GSI Lab
Solidaritas IEG untuk Kesehatan Masyarakat Indonesia

Usaha berbagai elemen bangsa dalam menanggulangi pandemi terus berlangsung. Tak terkecuali Indika Energy Group yang menginisiasikan GSI Lab.

Nama GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia) belakangan sudah tidak asing lagi di kalangan internal Indika Energy Group. Seiring dengan COVID-19 yang terus merebak sampai saat ini, Indika Energy Group berinisiatif mendirikan sebuah usaha sosial yang diharapkan dapat membantu individu hingga negara dalam usaha memerangi pandemi ini. Kami pun berbincang dengan Purbaja Pantja selaku Secretary Indika Foundation dan Direktur Indika Energy (Indika Foundation merupakan shareholder GSI Lab) dan dr. Nino Susanto, sebagai Direktur Utama GSI Lab.

Bagaimana latar belakang berdirinya GSI Lab?

Purbaja: Pada Maret lalu kami berdiskusi tentang metode-metode apa yang bisa dipakai untuk melihat dan mengidentifikasi seseorang terjangkit COVID-19 atau tidak. Kami pun mulai belajar, dan melihat PCR menjadi metode standar identifikasi tersebut. Waktu itu pemikiran kami lebih simple, dengan cukup bisa melakukan pengetesan. Namun ternyata kebutuhannya juga banyak seperti tracing.

Setelah kita telaah lebih lanjut, lalu Pak Arsjad Rasjid (Direktur Utama Indika Energy) juga pernah berdiskusi dengan Pak Doni Monardo (Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19), kita dapat menyimpulkan bahwa kapasitas PCR di Indonesia sangat minim. Saat itu angka tes per kapita Indonesia ada di peringkat nomor dua dari bawah setelah Bangladesh. Kita merasa terpanggil untuk mencari cara untuk bisa membantu meningkatkan kapasitas PCR di Indonesia.

Kita juga melihat biaya untuk melakukan tes PCR tidak murah, tidak hanya di Indonesia saja. Karenanya, kami tergerak untuk mengadakan fasilitas yang bisa mengerjakan dengan volume besar sehingga bisa berimplikasi ke harga dan cost, agar kita dapat melakukan ini secara sustainable. Kami pun percaya pembangunan fasilitas ini bisa menjadi solusi yang tepat untuk Indonesia.

Visi dan misi GSI Lab?

dr. Nino: Visi kami ingin meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dengan layanan genomik dan molekuler yang kita percaya di masa depan akan menjadi hal yang semakin diperhatikan.

Layanan berkapasitas besar dengan kata kunci high throughput dan berkualitas tinggi yang terhubung dengan data epidemologi dan sistem informasi digital merupakan pembeda kita dengan lab lainnya. Kita mengacu pada data-data genomik dan molekuler berdasarkan materi genetik yang dimilki semua manusia yang berbeda satu dengan yang lain. Misi awal pendirian GSI Lab berfokus pada COVID-19, dengan mempelajari materi genetik dalam hal ini virus, dampaknya pada kesehatan masyarakat pun akan besar sekali.

Purbaja: Dari segi keterjangkauan untuk masyarakat luas, baik dari segi volume dan cost, GSI Lab juga bisa menjadi usaha social (social enterprise), bisa menyeimbangkan antara faktor komersial, namun juga keuntungan yang didapat bisa kita kembalikan untuk mencapai misi sosial kita.

Apa sebenarnya genomik dan molekuler itu?

dr. Nino: Genomik adalah disiplin ilmu yang mempelajari, mengidentifikasi, dan memodifikasi materi genetik, baik DNA atau RNA, namun dalam hal ini virus pada manusia yang terdapat pada DNA. Sementara molekuler adalah cabang ilmu yang mempelajari sebuah sel bekerja atau berinteraksi – termasuk mempelajari protein-protein di dalam sel untuk bisa berkembang biak, membelah dan seterusnya.

Bagaimana GSI Lab bisa menerapkan sistem high throughput PCR Test?

dr. Nino: Dari desain dan intensi dasar yang memang sudah high throughput. Karena laboratorium yang biasa dengan lab high throughput, akan sangat jauh berbeda. Pemilihan teknologi pun memungkinkan kita menghadirkan kemampuan ini. Teknologi bersertifikasi internasional, otomatisasi dan sistem yang canggih, sehingga akurasi dan kualitas hasil pemeriksaan bisa lebih tinggi. Kami juga menerapkan Bio Safety Level (BSL) 2+, sesuai dengan ketentuan WHO dan peraturan Kementerian Kesehatan. Dan tentu saja SDM kita merupakan profesional yang ahli di bidangnya.

Siapa saja stakeholders yang terlibat dalam pendirian dan operasional GSI Lab?

Purbaja: Ini adalah cikal bakal dinamakan Genomik Solidaritas Indonesia, konsepnya adalah berkolaborasi dengan banyak pihak agar memiliki dampak yang lebih besar. Kita juga bekerja sama dengan fasilitas kesehatan yang lain seperti rumah sakit dan klinik untuk proses ini.

Medika Plaza pun banyak melakukan knowledge sharing selama proses pendirian GSI Lab. Dalam jangka waktu yang relatif pendek, pihak Medika Plaza sudah mempunyai pengalaman yang banyak dalam menghadapi COVID-19. Pengalaman yang terjadi selama pembangunan lab untuk Indika Solidarity dapat dibawa untuk membangun GSI Lab. Sebagai start up kita memang hanya bisa bergerak cepat dan efisien jika kita berkolaborasi dengan banyak pihak. Kita beruntung semua pihak bisa membantu, termasuk dukungan pemerintah lewat BNPB sehingga prosesnya bisa berjalan dengan cepat.

Bagaimana dengan sinergi di internal IEG sendiri?

Purbaja: Seluruh subsidiaries saling membantu dalam pendirian GSI Lab dan kita sangat bersyukur akan sinergi yang baik ini.

Dalam skala nasional, bagaimana kontribusi GSI Lab nantinya dalam usaha membantu jumlah pengetesan spesimen yang ditargetkan pemerintah?

dr. Nino: GSI Lab mampu melakukan hingga 5.000 pemeriksaan setiap hari. Kalau kita melihat target pemerintah di angka 20.000 atau 30.000, maka kontribusi kita bisa mencapai seperempat dari angka tersebut – hal ini tentu saja akan sangat membantu pemerintah.

Dengan kemampuan wilayah lain di Indonesia yang relatif masih memiliki kemampuan rendah dalam melakukan PCR, apakah terbuka kemungkinan GSI Lab akan membuka “cabang “ di wilayah lain?

Purbaja: Itu sudah kita pikirkan dan ada dalam rencana ke depan. Saat ini, fokus kita adalah lab di Jakarta ini. Berbagai perkembangan yang terjadi di era New Normal terus kita amati, termasuk perlu atau tidaknya mendirikan “cabang” di wilayah lain.

Kalau pada saat nanti vaksin sudah tersedia, bagaimana posisi GSI Lab?

dr. Nino: Kita bekerja pada dasar-dasar kesehatan manusia secara umum. Ke depannya, tidak hanya COVID-19 yang menjadi potensi melainkan masih banyak aspek lain. Kita hidup di negara tropis yang hidup berdampingan dengan berbagai macam infeksi seperti tuberculosis (TB). Vaksin untuk infeksi ini sudah lama ada. Kita semua mungkin sudah pernah diberikan vaksin TB, namun sampai sekarang kasus TB masih ada. Sementara untuk pemeriksaan TB jenis tertentu, juga ada yang memerlukan PCR. Belum lagi bila kita bicara penyakit infeksi lain seperti demam berdarah, hepatitis, dan lainnya. Artinya, infrastruktur yang kita bangun ini benar-benar bisa membantu pemerintah dan kesehatan masyarakat.

Kita juga bisa bergerak di bidang onkologi, misalnya kanker. Kita pernah mendengar artis Angelina Jolie memeriksa genetiknya dan diketahui rentan terkenan kanker payudara sehingga mengambil tindakan tertentu sebagai pencegahan. Itulah yang disebut sebagai genomic medicine di masa yang akan datang. Kita semua bisa memeriksa genetika dan mengetahui jika kita rentan terhadap jenis kanker tertentu.

Kemudian penyakit menurun misalnya Down Syndrome yang menurun dari genetika. Seseorang sebelum menikah atau mempunyai anak bisa diperiksa genetikanya untuk mencegah penyakit-penyakit yang timbul di kemudian hari. inilah beberapa aplikasi penerapan genomik yang bisa dilakukan namun belum banyak di jumpai di Indonesia, namun sudah merupakan sesuatu yang lazim. Maka pasca COVID-19 nanti, GSI Lab akan diposisikan sebagai laboratorium dengan berbagai layanan pengetesan tersebut.

Purbaja: Kita tentu tidak ingin pandemi seperti COVID-19 terjadi lagi. Namun kejadian ini dan sejarah dunia sudah memberikan kita petunjuk bahwa pandemi seperti ini bisa terjadi. Dengan adanya GSI Lab dan kerjasama dengan lab yang lain, kita akan jauh lebih siap dalam menghadapi pandemi di masa depan.