Prospek Akselerasi Energi Terbarukan 2022 di Tengah Potensi Krisis Energi

Selain membuat harga energi berbahan fosil naik tinggi, Perang Rusia-Ukraina juga membuat dunia mengakselerasi pengembangan energi terbarukan.

Tahun 2022 banyak yang memprediksi bahwa sektor energi akan cukup cerah, baik itu dalam hal pertumbuhan, risiko, dan tren, salah satunya adalah lembaga riset milik The Economist, yang memprediksi konsumsi ekonomi global akan naik sekitar 2,2% pada tahun 2022. Prediksi-prediksi terkait pertumbuhan konsumsi tersebut didasarkan pada mulai pulihnya perekonomian karena COVID-19 sudah mulai melandai. 

Namun perang antara Rusia dan Ukraina juga berdampak luas terhadap perekonomian global. Dampak perang tersebut antara lain di sektor finansial, sektor komoditas, serta jalur perdagangan, tentu saja tidak terkecuali sektor energi yang justru merasakan dampaknya secara langsung.

Konflik yang terjadi akan membuat pertumbuhan ekonomi global berkontraksi. Perekonomian yang mulai tumbuh akan berpotensi melandai, kenaikan tingkat konsumsi akan kembali menurun, arus barang dan jasa internasional juga akan terganggu, sehingga sektor ekspor-impor mengalami performa yang menurun.

Dalam jangka pendek, harga-harga komoditas sektor energi seperti minyak dan gas (migas), Crude Palm Oil (CPO), serta batubara akan naik karena ada risiko supply. Namun dalam jangka menengah dan panjang berpotensi melandai karena turunnya tingkat konsumsi akibat penurunan perekonomian.

Selain berdampak pada perekonomian global, konflik ini juga berdampak pada perekonomian Indonesia. Sektor perdagangan berpotensi mengalami koreksi, meski nilai dagang Indonesia dan Rusia sebenarnya di posisi positif awal tahun 2022 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Ekspor terbesar Indonesia ke Rusia dan Ukraina adalah minyak sawit mentah dengan total 88% dari keseluruhan ekspor. Sementara, impor terbesar dari Rusia adalah besi dan baja, sedangkan impor terbesar dari Ukraina adalah gandum, sehingga tekanan di sisi pasokan gandum perlu menjadi perhatian bagi pasokan pangan domestik. Ukraina adalah salah satu supplier utama bagi gandum Indonesia karena lumbung gandum banyak berlokasi di daerah timur (Ukraina Timur) berdekatan dengan daerah yang diduduki oleh pasukan Rusia. Tekanan dari sisi suplai ini bisa meningkatkan tekanan pada inflasi domestik, terutama dari sektor pangan. Dengan demikian, perlu adanya diversifikasi untuk komoditas ini.

Akselerasi Energi Terbarukan

Harga energi berbasis fosil yang sedang bergejolak akibat dari perang Rusia – Ukraina menjadi momentum bagi dunia internasional untuk mengakselerasi pengembangan energi baru dan terbarukan. Harga komoditas energi dan nonenergi sendiri memang terus meningkat akibat perubahan supply dan demand yang didorong oleh konflik Rusia – Ukraina. Saat ini harga minyak mentah, gas bumi dan batubara melonjak tajam di pasar spot.

Rusia adalah negara pemasok gas alam terbesar untuk eropa, dengan adanya konflik yang saat ini terjadi maka Eropa terancam defisit energi. Negara-negara Eropa pun mencari alternatif sumber energi, terutama energi-energi terbarukan, mulai dari pengembangan hidrogen hijau, mendorong efisiensi energi, termasuk mengganti penggunaan gas boiler dengan heat pump untuk pemanasan di bangunan.

Krisis energi yang terjadi akibat konflik di ini memang terjadi pada saat yang sangat sensitif dalam perombakan energi hijau Eropa, di mana saat ini negara-negara anggotanya sedang memperdebatkan serangkaian undang-undang ambisius yang diperlukan untuk memenuhi tujuan pencegahan perubahan iklim yang lebih ketat.

Tahun 2022 menjanjikan prospek yang lebih baik untuk transisi energi di Indonesia dengan pemerintah menetapkan komitmen baru yang lebih kuat untuk aksi iklim dan transisi energi.

Dilansir oleh Bloomberg, Ketua Komisi Uni Eropa (UE), Ursula von der Leyen, mengusulkan serangkaian tindakan bersama untuk mengatasi ketergantungan Uni Eropa yang berlebihan pada pasokan gas eksternal dengan membuka kunci peningkatan investasi dan reformasi untuk produksi energi yang lebih terjangkau dan berkelanjutan dan dengan mendiversifikasi pasokan lebih lanjut.

Eksekutif UE juga berencana untuk meminta negara-negara anggota untuk mengimplementasikan paket iklim dan energi sesegera mungkin. Ini juga akan mendorong diversifikasi pemasok energi lebih lanjut yang membuka peluang percepatan pengembangan energi baru dan terbarukan.

Di Indonesia sendiri, energi terbarukan juga mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada tahun 2022 ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan merilis Peraturan Presiden (Perpres) tentang Energi Baru Terbarukan (EBT). Regulasi tersebut nantinya akan berada di bawah mandat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Prospek energi Indonesia

Tahun 2022 menjanjikan prospek yang lebih baik untuk transisi energi di Indonesia dengan pemerintah menetapkan komitmen baru yang lebih kuat untuk aksi iklim dan transisi energi. Kebijakan utama seperti target netral karbon, moratorium PLTU, dan implementasi penetapan harga membawa optimisme positif untuk transisi energi di tahun-tahun mendatang.

Diversifikasi energi dan percepatan pengembangan energi berkelanjutan yang sedang dilakukan oleh negara-negara Uni Eropa dan oleh pemerintah Indonesia saat ini juga selaras dengan komitmen yang dilakukan oleh Indika Energy untuk mendiversifikasi portofolio bisnisnya, dengan target 50% pendapatan akan diperoleh dari sektor non-batubara pada tahun 2025. Diversifikasi portofolio ini juga bagian dari komitmen Indika Energy untuk mencapai netral karbon pada tahun 2050.

Implementasi paket iklim dan energi akan mendorong diversifikasi dan membuka peluang percepatan pengembangan energi baru dan terbarukan.

Indika Energy Group (IEG) juga telah mengambil sejumlah langkah strategis terkait peluang energi terbarukan, salah satunya dengan mendirikan perusahaan tenaga surya terintegrasi Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS), bekerja sama dengan pengembang tenaga surya terkemuka dari India, Fourth Partner Energy (4PEL). Melalui lini bisnis ini, IEG telah menandatangani nota kesepahaman bersama Enertec Mitra Solusi (ENERTEC) dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) untuk kerja sama di bidang EBT dalam hal pemasangan Solar PV (Photovoltaic) dalam mewujudkan pelabuhan bebas Sabang menjadi green port, yang merupakan konsep pengembangan pelabuhan berkelanjutan. 

Selain EMITS, IEG juga masuk ke sektor kendaraan listrik dengan mendirikan perusahaan bernama Electra Mobilitas Indonesia (EMI) pada April 2021. Pendirian EMI tersebut merupakan bentuk komitmen dalam mendukung ekosistem kendaraan listrik di Indonesia yang sejalan dengan pengembangan energi baru dan terbarukan.

Melihat perkembangan di atas, sebuah harapan muncul, bahwa saat ini kita sedang melihat negara-negara dunia, juga perusahaan-perusahaan energi, sedang bergegas melakukan percepatan pengembangan energi baru dan terbarukan untuk dunia yang lebih berkelanjutan.