Indonesia Tetapkan Tiga Prioritas untuk Percepat Transisi Energi

Investasi ekonomi hijau, pemanfaatan potensi ekonomi biru, serta transformasi digital.

Indonesia memiliki target Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada bauran energi nasional pada tahun 2025. Kebijakan ini, yang dipadukan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi hingga 29% pada tahun 2030, merupakan upaya yang jelas menuju sistem energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Percepatan transisi energi hijau menjadi salah satu kunci tercapainya target tersebut. Wakil Menteri (Wamen) Luar Negeri, Pahala Nugraha, saat menghadiri ASEAN Indo-Pacific Forum di Jakarta beberapa waktu lalu menyatakan, percepatan transisi energi hijau di Indonesia menjadi hal yang harus segera dilakukan. 

Lanjut Wamen Pahala, Indonesia mendorong upaya berkelanjutan dan kolaboratif untuk mempercepat transisi energi hijau. Ada tiga prioritas utama, yakni berinvestasi dan mengembangkan ekonomi hijau, memanfaatkan potensi ekonomi biru, serta mempercepat transformasi digital.

Pada aspek investasi dan pengembangan ekonomi hijau, Pahala menyatakan Indonesia memiliki kekayaan berlimpah dengan peluang investasi yang menjanjikan. Salah satunya adalah EBT, seperti infrastruktur panas bumi, tenaga surya dan angin, dan tenaga ramah lingkungan. “Indonesia mempunyai potensi membangun 22 gigawatt tenaga panas bumi, 75 gigawatt tenaga tinggi, 6,6 gigawatt tenaga surya dan angin, serta 60,16 gigawatt tenaga ramah lingkungan,” ujar Wamen Pahala. 

Indonesia mempunyai potensi membangun 22 gigawatt tenaga panas bumi, 75 gigawatt tenaga tinggi, 6,6 gigawatt tenaga surya dan angin, serta 60,16 gigawatt tenaga ramah lingkungan.

Sementara untuk aspek pemanfaatan potensi ekonomi biru, Baru-baru ini, Pemerintah melanjutkan dalam penataan ruang dan wilayah laut. Tujuannya, supaya dapat memperkuat teritorial kedaulatan Indonesia di laut dan memanfaatkan sumber daya alamnya untuk investasi, termasuk upaya memerangi perubahan iklim.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan perlunya instrumen dan tata kelola yang tangguh untuk mendukung ekonomi maritim, tetapi dengan sistem keberlanjutan. “Saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang mengembangkan dua perangkat kunci bagi pengelolaan ruang laut, yaitu ocean big data dan ocean accounting,” lanjut Menteri Wahyu.

Pengendalian karbon dari laut juga telah dipertimbangkan. Dasar laut menjadi tempat untuk menyimpan karbon yang selama ini dihasilkan. Cara ini membantu Indonesia dalam upaya mewujudkan bebas karbon pada 2060 mendatang.

Sedangkan pada ranah percepatan transformasi digital, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menyatakan Kementerian Kominfo mengampu penyiapan fondasi dalam mendorong percepatan transformasi digital nasional.