Atasi Perubahan Iklim Melalui Pengelolaan Sampah

Pengelolaan dan daur ulang sampah bantu atasi perubahan iklim serta ciptakan nilai tambah ekonomi.

Saat ini, dunia menghasilkan sampah dalam jumlah yang sangat besar, sekitar 2 milyar ton per tahun. Sebagian besar dari jumlah tersebut tidak didaur ulang, yang kemudian menyebabkan kerusakan lingkungan. Tidak hanya itu, timbunan sampah padat yang tidak didaur ulang juga menyebabkan emisi karbon yang besar.

Membuang sampah sembarangan jelas bukan hal yang bisa dibenarkan, namun ternyata membuang sampah di tempat sampah saja juga tidak cukup, karena masih menimbulkan potensi kerusakan alam. Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2050 jumlah sampah secara global diperkirakan akan mencapai 3,4 miliar ton. Sampah sebanyak itu akan menghasilkan gas rumah kaca berbahaya yang berkontribusi pada perubahan iklim.

Tempat pembuangan sampah padat merupakan sumber emisi metana terbesar ketiga. Tempat pembuangan sampah yang melepaskan 15% emisi metana sendiri, setara dengan emisi dari lebih dari 21,6 juta mobil penumpang yang dikendarai selama satu tahun. Tentu saja ini adalah jumlah yang sangat besar dan akan berkontribusi banyak terhadap perubahan iklim.

Menurut Bank Dunia, saat ini daur ulang sampah kering seperti plastik, kertas, logam dan kaca setara dengan 38% sampah kota. Sementara itu, hanya 13,5% dari daur ulang kering yang benar-benar didaur ulang secara global.

Di Indonesia sendiri diperkirakan sebanyak 85 ribu ton sampah dihasilkan per harinya, dengan perkiraan kenaikan jumlah dapat mencapai 150 ribu ton per hari pada tahun 2025. Jumlah ini didominasi oleh sampah yang berasal dari rumah tangga, yang berkisar antara 60% hingga 75%. Sementara itu, berdasarkan data dari Indonesia National Plastic Action Partnership yang dirilis April lalu, setiap tahunnya Indonesia menghasilkan 6,8 juta ton sampah plastik dan 9%-nya atau sekitar 620 ribu ton masuk ke sungai, danau, dan laut. 

Penumpukkan sampah ini diperkirakan akan bertambah dua kali lipat pada tahun 2050 apabila tidak ada langkah dan kerjasama untuk pengelolaan sampah. Upaya pencegahan harus dilakukan dengan gotong royong masyarakat, industri, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat melalui usaha gaya hidup minim sampah hingga regulasi UU pengelolaan sampah.

Salah satu cara lainnya adalah dengan membangun pendekatan ekonomi sirkular yang merupakan sebuah konsep alternatif dari ekonomi linear (take-make-dispose) yang dirancang untuk mengurangi sampah dan polusi. Pendekatan ini juga mampu memperpanjang waktu pakai produk dan material serta mendukung regenerasi sistem alami. Berdasarkan hasil studi laporan “The Economic, Social, and Environmental Benefits of Circular Economy in Indonesia,” penerapan ekonomi sirkular dapat berpotensi mengurangi sampah di Indonesia hingga 18-52%. 

Sampah dan Peran Teknologi

Meningkatnya kepedulian lingkungan, industrialisasi yang cepat, peningkatan populasi dan perkiraan peningkatan limbah tidak berbahaya sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi yang cepat telah meningkatkan peluang bisnis bagi bisnis pengelolaan limbah. Salah satunya adalah melalui pengembangan teknologi untuk mendaur ulang sampah dan mengubahnya menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomis.

Upaya pencegahan harus dilakukan dengan gotong royong masyarakat, industri, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat melalui usaha gaya hidup minim sampah hingga regulasi UU pengelolaan sampah.

Saat ini aktivitas daur ulang tersebut masih terkonsentrasi di daerah perkotaan dan masih berfokus pada limbah-limbah industri yang tidak berbahaya. Daur ulang sendiri memiliki prinsip dasar pengumpulan, pemilahan, pemrosesan manual dan atau mekanis, dan kemudian pengiriman bahan daur ulang dengan kualitas tertentu ke industri manufaktur. 

Proses pemilahan ini tak hanya dilakukan secara manual, namun juga mulai dilakukan secara otomatis dengan menggunakan magnet, flotasi (pengapungan bahan), saringan angin (untuk memisahkan bahan ringan dan berat). Namun salah satu hal yang masih dipertanyakan saat ini adalah terkait efisiensi operasional pemisahan otomatis jika dibandingkan dengan nilai tambah yang dihasilkan.

Di negara-negara berkembang, pertumbuhan ekonomi mampu membuat kemiskinan berkurang, namun pertumbuhan ekonomi juga menghasilkan lebih banyak lagi jumlah dan jenis sampah. Saat ini, kendala utama dalam pengelolaan sampah adalah terkait dengan nilai ekonomis.

Menurut artikel McKinsey, setidaknya ada tiga faktor yang dapat membuat perbedaan terkait bagaimana mengubah sampah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis, yaitu pertama, kelangsungan ekonomi, dimana angka investasi untuk daur ulang sampah harus seimbang dengan angka manfaat yang dihasilkan. Ini penting untuk bisa menentukan kapasitas yang ekonomis. 

Kedua, transparansi. Kenapa transparansi ini penting? Karena transparansi akan menghasilkan kredibilitas terhadap supplier dan partner, serta membantu pemerintah untuk memonitor hal-hal terkait lingkungan, kesehatan dan dampak sosialnya.

Yang ketiga adalah strong management. Di negara-negara berkembang, pengelolaan daur ulang sampah masih didominasi oleh sektor informal, sehingga perlu dukungan dalam pendekatan industrial, tata kelola yang baik, peningkatan kapasitas manajemen dan pengelolaan kualitas sumber daya manusia.

Pengelolaan Sampah Indika Energy Group

Limbah adalah bagian yang tak terhindarkan dari proses operasional perusahaan, tetapi tidak harus menjadi bagian yang tidak dapat diatasi. Melalui praktik pengelolaan limbah padat yang baik, langkah-langkah efisiensi, dan penggunaan bahan daur ulang, Indika Energy Group terus berupaya untuk  mengurangi jejak limbahnya. 

Dengan pengelolaan sampah model sirkular, selain bisa lebih efisien dalam operasional dan biaya, perusahaan juga menjadi lebih ramah lingkungan.

Dalam pengelolaan limbahnya, Indika Energy Group selalu selaras dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Perusahaan juga berupaya semaksimal mungkin agar setiap peralatan yang digunakan bisa diperbaiki, didaur ulang, atau digunakan kembali untuk penggunaan lain. Praktik penggunaan ulang peralatan ini akan membantu mengurangi limbah dengan signifikan.

Sebagai bentuk komitmennya, Perusahaan juga bekerjasama dengan pihak ketiga yang kompeten untuk pengolahan limbah berbahaya. Program pengelolaan limbah tersebut, baik limbah B3 maupun non-B3, wajib melibatkan mitra yang berlisensi agar dapat mengelola limbah yang dihasilkan secara aman dan efisien. 

Sejauh ini, perusahaan memantau limbah berdasarkan kategori, melakukan pengukuran efisiensi limbah, berinvestasi dalam program daur ulang serta terus mencari cara untuk mengurangi jejak limbah dan berkomitmen untuk meminimalkan serta membuang sisa limbah sesuai ketentuan. Contoh yang sudah dilakukan misalnya penggunaan kembali limbah oli bekas sebagai pengganti diesel dalam operasi peledakan, sehingga dapat juga mengurangi konsumsi bahan bakar diesel. Pembangkit listrik Cirebon Power juga telah mencapai nol limbah padat dengan cara mengumpulkan abu dari pembakaran dan memasoknya ke produsen semen.

Sebagai hasil dari upaya-upaya ini, pada tahun 2020 lalu berat limbah Perusahaan yang kemudian digunakan kembali meningkat 85,7%. Sementara berat limbah yang didaur ulang juga meningkat 73,1%. Perusahaan juga berhasil menurunkan jumlah limbah B3 yang dihasilkan sebanyak 25%.

Upaya yang dilakukan perusahaan ini sejalan  dengan komitmen diversifikasi bisnis dari sektor batubara menuju usaha yang lebih berkelanjutan dan rendah karbon selaras dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan tingkat emisinya.

Saat ini, sampah masih lebih sering dikelola dengan cara yang linear, yaitu gunakan barang lalu buang sampahnya di tempat sampah. Kita perlu mulai membiasakan dengan dengan model sirkular, yang selain bisa memberikan nilai tambah secara ekonomi juga jauh lebih ramah lingkungan. Dengan pengelolaan sampah model sirkular yaitu sistem pengelolaan sampah dengan cara daur ulang dan pemakaian kembali mampu memperpanjang manfaat dan mengurangi penggunaan sumber daya, yang artinya, selain bisa lebih efisien dalam operasional dan biaya, perusahaan juga menjadi lebih ramah lingkungan.