Tripatra Energy Talk untuk Percepatan Transisi Energi Nasional

Kolaborasi Tripatra dengan Kementerian ESDM, Kementrian Perindustrian, dan pelaku industri tanah air. 

Tripatra, yang bergerak di bidang rekayasa teknik, pengadaan, dan konstruksi (EPC) serta operations & maintenance (O&M) yang komprehensif dan terintegrasi, berkomitmen untuk terus mendukung pemerintah dalam upaya percepatan transisi energi dan hilirisasi mineral nasional. 

Salah satu upaya untuk mendukung hal tersebut adalah kolaborasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Republik Indonesia, melalui penyelenggaraan Tripatra Energy Talk yang bertajuk “Kolaborasi Nasional untuk Percepatan Transisi Energi dan Hilirisasi Mineral”. 

Kegiatan yang dihadiri oleh peserta secara luring dan daring ini bertujuan untuk mendorong diskusi tentang pentingnya kolaborasi dan pembangunan kapabilitas nasional, untuk mendukung program transisi energi dan hilirisasi mineral nasional sekaligus menjadi wadah untuk berbagi wawasan tentang masa depan energi dan mineral dari para pakar dan praktisi terkemuka.

President Director & CEO Tripatra, Raymond Naldi Rasfuldi, menuturkan bahwa Tripatra terus mendorong perubahan transformasional dan berkelanjutan dengan visi perusahaan, “Membangun Solusi Berkelanjutan untuk Transformasi Energi dan Percepatan Hilirisasi”. 

Tripatra mendorong perubahan transformasional dan berkelanjutan dengan visi perusahaan, “Membangun Solusi Berkelanjutan untuk Transformasi Energi dan Percepatan Hilirisasi”.

Kolaborasi bersama kedua kementerian ini menjadi bagian dari komitmen Tripatra untuk mengimplementasikan visi tersebut, serta ikut berkontribusi dalam memajukan sektor energi dan mineral nasional.

“Kami bangga dapat berkolaborasi dengan pemerintah dalam mendukung upaya percepatan transisi energi dan hilirisasi mineral nasional. Sebagai perusahaan yang memiliki pengalaman dan kompetensi dalam sektor rekayasa-konstruksi energi selama hampir 50 tahun, kami siap untuk terus ikut berkontribusi dalam membangun kapabilitas nasional dan memajukan sektor ini bersama-sama dengan pemerintah, dan pelaku industri lainnya,” tutur Raymond.  

Transisi energi merupakan agenda nasional yang sedang dilakukan Indonesia menjadi salah satu upaya menjaga ketahanan energi dan mewujudkan ekonomi hijau di Indonesia guna mencapai target net-zero emissions pada 2060 dan pengurangan 32 persen emisi pada 2030. 

Dalam mendukung percepatan transisi energi di dalam negeri, Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan (EBT) untuk Penyediaan Tenaga Listrik guna mendorong target jangka menengah untuk penurunan emisi Indonesia tahun 2030. 

Transisi energi juga menunjukkan komitmen Indonesia untuk memperluas akses terhadap teknologi yang terjangkau dan bersih guna mendorong pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan lebih hijau. Pemerintah telah meningkatkan target komposisi EBT dalam bauran energi menjadi sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050.

Transisi energi merupakan agenda nasional yang sedang dilakukan Indonesia menjadi salah satu upaya menjaga ketahanan energi dan mewujudkan ekonomi hijau di Indonesia guna mencapai target net-zero emissions (NZE) di 2060 dan pengurangan 32 persen emisi pada 2030.

Terlebih lagi potensi EBT nasional tercatat sebesar 3.689 gigawatt (GW), yang terdiri atas surya, hidro, bioenergi, angin, panas bumi dan laut yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, dengan total pemanfaatan yang telah dilakukan sebesar 12.557 MW atau 0,3% dari total potensi.

Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dr. Ir. Hendra Iswahyudi, M.Si menyatakan, Kementerian ESDM berkomitmen untuk mempercepat transisi energi dengan membentuk ekosistem yang sinergis dan terintegrasi antara pemerintah, media, akademik, industri (BUMN dan Swasta), dan masyarakat. 

“Kami percaya bahwa dengan membentuk ekosistem yang sinergitas melalui konsep pentahelix antar pemangku kepentingan, kita dapat mempercepat pengembangan EBTKE dalam transisi energi di Indonesia sehingga memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan,” ungkap Hendra. 

Lanjutnya, Kementerian ESDM juga sangat menyambut baik kolaborasi dengan berbagai pihak, salah satunya seperti yang dilakukan bersama Tripatra untuk semakin memperkaya pengetahuan serta menguatkan sinergi dan kolaborasi nasional seluruh pemangku kepentingan. “Diharapkan melalui sinergitas ini dapat bersama-sama mengambil peran dalam mendorong percepatan transisi energi yang berkelanjutan di Indonesia,” ujar Hendra.

Selain transisi energi, hilirisasi mineral juga tidak kalah penting untuk terus didorong. Sebab, hilirisasi merupakan strategi untuk meningkatkan nilai tambah komoditas yang dimiliki oleh suatu negara. Dengan hilirisasi, komoditas yang diekspor tidak lagi berwujud bahan baku mentah tetapi sudah menjadi barang setengah jadi. 

Salah satunya seperti kebijakan hilirisasi dan pelarangan ekspor nikel mentah (bijih nikel) yang telah berhasil mendongkrak nilai tambah ekspor produk nikel Indonesia. Harga nikel yang telah diolah di smelter dapat memiliki nilai tambah hingga lebih 300 kali dibandingkan bijih nikel. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan total nilai ekspor mencapai US$5,98 miliar pada 2022, naik 365,4% dibandingkan tahun 2021 yang berjumlah US$1,28 miliar. 

Selain meningkatkan nilai tambah komoditas, adanya hilirisasi diharapkan dapat memperkuat struktur industri, serta meningkatkan peluang usaha dalam negeri dengan tersedianya lapangan pekerjaan baru. Sehingga dapat menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan.

Menurut Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian, Liliek Widodo, hilirisasi mineral merupakan strategi penting untuk memajukan industri nasional dan meningkatkan nilai tambah produk sumber daya mineral dalam negeri. “Percepatan hilirisasi mineral akan membawa dampak positif bagi industri nasional, seperti peningkatan inovasi teknologi, peningkatan nilai tambah produk, dan penciptaan lapangan kerja baru,” jelasnya. 

Liliek menambahkan, dengan terciptanya kemampuan nasional dalam mengolah mineral, Indonesia akan dapat memanfaatkan potensi sumber daya mineral yang dimiliki secara optimal. Hal ini sejalan dengan visi pemerintah dalam menciptakan industri yang lebih maju dan berdaya saing bahkan bukan tidak mungkin dapat menjadi produsen mineral yang berkontribusi besar dalam perekonomian global. 

“Namun, untuk mencapainya, perlu ada kolaborasi yang baik antara pemerintah dan sektor swasta untuk terus menciptakan kemampuan nasional yang kuat dalam hal teknologi, sumber daya manusia, dan infrastruktur untuk dapat melaksanakan hilirisasi mineral dengan efektif dan efisien,” ungkap Liliek.

Dengan pengalaman dan kompetensi selama hampir 50 tahun, Tripatra terus mendukung upaya percepatan transisi energi dan hilirisasi mineral Indonesia.

Pada diskusi panel pertama membahas topik tentang “Membentuk Ekosistem yang Sinergis untuk Mendorong Transisi Energi” menghadirkan para panelis yaitu Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina New and Renewable Energy (NRE), Fadli Rahman; Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI-IRES), Wiluyo Kusdwiharto, dan Operation & Maintenance Director Tripatra, Suraji Nugroho. 

Sementara pada diskusi panel kedua dengan topik “Menciptakan Kemampuan Nasional Untuk Percepatan Hilirisasi Mineral” bersama para panelis yaitu Ketua Indonesia Mining Association (IMA), Rachmat Makkasau, Vice President Director PT Vale Indonesia Tbk, Adriansyah Chaniago, dan; President Director & CEO Tripatra, Raymond Naldi Rasfuldi.

Dalam acara ini, Tripatra juga mengumumkan kerja sama yang sudah dilakukan dalam bidang transisi energi dan hilirisasi mineral antara lain kerjasama dengan PT Kaltim Parna Industri dan Nextchem untuk studi kelayakan 300 tpd green ammonia production plant, kemudian kerjasama dengan HDF Energy untuk pengembangan Hydrogen to Power (HyPower) project.

Masih ada kerjasama dengan MET Development untuk pengembangan biofuel generasi kedua di Indonesia, kerjasama antara Indika Energy, Altilium, Terra Altilium Berdaya, Geofix, dan Tripatra untuk studi kelayakan DNi Technology untuk pengolahan bauksit, hingga kerjasama dengan Emirates Global Aluminum (EGA) untuk pengembangan smelter Aluminium di Indonesia.

Raymond menyatakan komitmen Tripatra dalam percepatan transisi energi dan hilirisasi mineral telah diwujudkan dalam berbagai bentuk kerjasama. Mulai dari sektor panas bumi (geothermal), studi green ammonia, pengembangan 2nd generation biofuel, sampai pengembangan di sektor aluminium dan nikel.  “Kolaborasi Tripatra bersama pemerintah dan pelaku industri ini merupakan inisiatif yang penting untuk membangun kapabilitas nasional, mendukung Indonesia mencapai tujuan berkelanjutan dan meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam Indonesia,” tutup Raymond.