Transformasi Digital Petrosea, Inovasi yang Menghasilkan Prestasi

Setelah Agustus lalu Petrosea terpilih sebagai salah satu Top 50 Indonesian Companies versi majalah Forbes, pada September kemarin, perusahaan konsultan terkemuka McKinsey & Company juga mendapuk Hanifa Indradjaya, Direktur Utama Petrosea, sebagai narasumber dalam artikel transformasi digital.

Artikel McKinsey yang berjudul “Buckets of innovation: How digital has transformed a mining company in Indonesia” menceritakan secara lugas bagaimana Petrosea menjawab semua tantangan industri melalui teknologi.

Layaknya perusahaan lainnya yang bergerak di bidang kontrak pertambangan, Petrosea juga memiliki tantangan dalam kesehariannya. Salah satu yang utama adalah VUCA, increased volatility (peningkatan volatilitas), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kerumitan), dan ambiguity (ambiguitas). Tantangan itu kemudian berujung pada fluktuatif harga pasar yang menyebabkan ketidakstabilan dan ketidakpastian.

Teknologi pegang peran penting dalam menurunkan dampak lingkungan dan meningkatkan efektifitas operasional

Agar industri pertambangan tetap relevan, tantangan operasional harus dihadapi dengan jauh lebih ramah lingkungan dan efisien. Tak hanya seperti sekadar sebuah pabrik, kita harus lebih memperhatikan parameter Environment, Social and Governance (ESG) yang mencakup emisi karbon, mengurangi penggunaan air hingga konsumsi energi. Teknologi memegang peranan penting untuk menurunkan dampak lingkungan tersebut dan mempengaruhi operasional industri ke depannya.

Salah satu contohnya adalah blockchain. Bayangkan jika kita mempunyai “kontrak pintar” di setiap blok yang kemudian terhubung ke jutaan rantai aktifitas. Bayangkan pula bila setiap kali keruk excavator menyentuh tanah, kita bisa melacaknya secara digital. Nilai ekonomi dalam sekeruk penuh mineral tersebut dapat langsung mendapatkan manfaat ekonomi. Petrosea sudah mulai menuju kesana dan terus mengembangkan teknologi ini sehingga semua manfaat pertambangan dapat dirasakan masyarakat khususnya di sekitar wilayah operasional.

Dalam perubahan yang konstan, status quo bukan pilihan

Petrosea kemudian menyadari dalam situasi perubahan yang konstan, status quo bukan lagi suatu pilihan. Keyakinan tersebut mendorong Petrosea untuk memulai perjalanan digitalisasi ini. Petrosea menyebutnya Minerva, yang bermakna bukan hanya dewi kebijaksanaan Romawi, dewi strategi, tetapi juga dewi peperangan. Pada awalnya Petrosea bahkan tidak tahu tentang Lighthouse Network, namun kemudian Petrosea dinominasikan dengan alasan utama transformasi digital yang mencakup aspek revolusi mendasar, yaitu Revolusi Industri 4.0.

Petrosea memilih penerapan transformasi digital ini pada proyeknya yang berada di lokasi tersulit. Tidak hanya jauh di pedalaman, namun lokasi tersebut bahkan tidak memiliki jangkauan seluler yang menjadi salah satu backbone dalam penerapan digital. Namun dengan kegigihan dan kemampuan beradaptasi transformasi digital berhasil diterapkan disana, sehingga kemudian muncul keyakinan bahwa konsep ini juga memungkinkan diterapkan di lokasi proyek lainnya. Keberhasilan transformasi digital ini tak terlepas dari kerjasama yang luar biasa, baik para frontliner hingga manajemen. Petrosea mencapai laba atas investasi pada proyek ini pada bulan ke enam, sehingga pada bulan ketujuh program digitalisasi ini sudah mampu berjalan mandiri.

Sinergi ini tentunya memiliki dampak yang signifikan terhadap pencapaian perusahaan, Petrosea menyebutnya dengan strategi 3D, yaitu tiga langkah diversifikasi. Diversifikasi pertama terus berlangsung saat ini dimana Petrosea terlibat dalam proyek emas dan secara simultan mencari aset nikel dan aset tembaga. Diversifikasi yang kedua adalah digitalisasi melalui Minerva, yang akan berkembang secara signifikan dalam hal cakupan dan skala. Digitalisasi ini berdampak pada pengurangan konsumsi bahan bakar. Petrosea memanfaatkan big data dan memprosesnya untuk membuat keputusan operasional secara real time agar dapat mengurangi konsumsi bahan bakar. Hal ini terkait erat dengan diversifikasi ketiga yaitu upaya dekarbonisasi. Pengurangan konsumsi bahan bakar sehingga menghasilkan lebih sedikit asap. Target Petrosea saat ini adalah mengurangi konsumsi bahan bakar hingga 30 persen selama periode lima tahun.

Gotong royong, kerjasama teknologi dengan sumberdaya manusia. Kuncinya kemauan untuk mengubah pola pikir

Setelah teknologi digital diterapkan, Petrosea mencapai peningkatan 23 persen dalam produksi harian, dengan penggunaan truk yang 10 persen lebih sedikit dan penggunaan bahan bakar 8 persen lebih sedikit. Biaya keseluruhan pun kemudian turun sekitar 15 persen.

Digitalisasi membantu perusahaan untuk berkinerja lebih baik di semua dimensi. Namun hal ini tidak terlepas dari keteguhan Petrosea dalam menyukseskan transformasi digital ini. Berada pada satu tujuan yang sama, bergotong royong untuk bersama-sama menjalankan dan menghadapi semua tantangannya baik dalam aspek teknologi maupun aspek sumber daya manusia.

Selamat untuk Petrosea. Tetaplah memberikan perubahan yang positif bagi kemajuan Indonesia.

(versi lengkap wawancara ini bisa Anda baca di: https://www.mckinsey.com/industries/metals-and-mining/our-insights/buckets-of-innovation-how-digital-has-transformed-a-mining-company-in-indonesia#0)