Memahami Perdagangan Karbon

Workshop digelar untuk memahami berbagai insight dan perkembangan terbaru sektor ini.

Indika Energy terus mengeksplorasi berbagai potensi inisiatif untuk menurunkan emisi karbon perusahaan termasuk melihat peluang kontribusi di sektor karbon. Setelah beberapa waktu lalu Bursa Karbon diluncurkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka berbagai upaya untuk dapat memahami dan menguasai sektor perdagangan ini harus terus dilakukan Indika Energy.

Salah satunya adalah melalui workshop yang diadakan pada 19 Oktober 2023 mengambil tema Carbon Trading Regulatory Framework and Carbon Exchange Rules, dengan menghadirkan narasumber dari Assegaf Hamzah & Partners.

Berbagai insight dipaparkan. Mulai pada tahun 2019 Indonesia mengeluarkan lebih dari 638,8 juta ton setara karbon dioksida dari sektor energi dimana sumber utama emisi Gas Rumah Kaca (GRK) berasal dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada tahun tersebut. Indonesia pun merupakan salah satu penghasil emisi GRK terbesar di dunia, dan saat ini menduduki peringkat ke delapan secara global, meski GRK per kapitanya masih berada pada tingkat yang rendah.

Secara konkret, Indonesia telah mempertegas komitmen dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dengan muatan pokok target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% pada tahun 2030 dengan kondisi business as usual, atau 41% dengan kondisi dukungan kerjasama teknis luar negeri.

Untuk mencapai target tersebut, berbagai upaya telah dilakukan mulai dari ratifikasi Perjanjian Paris, Pemberlakuan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, peningkatan kontribusi yang ditentukan secara nasional, peraturan tentang prosedur perdagangan karbon di sektor-sektor utama, hingga yang tengah diberlakukan saat ini, implementasi dan pemberlakuan Pertukaran Karbon Indonesia atau Indonesia’s Carbon Exchange.

Meskipun terlambat dalam menyikapi tren ini, Indonesia telah melakukan upaya signifikan untuk mencapai komitmennya. Pada 2023, telah dilakukan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan dan disahkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Pertukaran Karbon. Namun, Indonesia tetap perlu bertindak cepat guna mencapai komitmen yang telah ditetapkan dalam NDC.

Perdagangan karbon di bawah Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon dan penerapan nilai ekonomi karbon diatur dalam Peraturan KLHK Nomor 21 Tahun 2022, dan masing-masing sektor diatur lebih lanjut oleh menteri terkait. Sementara perdagangan emisi dilakukan terhadap sektor dan/atau kegiatan yang mempunyai emisi GRK yang ditetapkan melalui Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE) oleh menteri terkait pada Sektor atau Sub Sektor untuk penerapan carbon pricing.

PTBAE akan ditetapkan dengan memenuhi paling sedikit yaitu nilai aktual emisi GRK berada di bawah target penurunan emisi GRK Sub-Sektor atau sub-Sub-Sektor dan berdasarkan peta jalan perdagangan karbon. PTBAE menjadi dasar bagi menteri terkait untuk menetapkan PTBAE untuk Pelaku Usaha / PTBAE-PU.

Meskipun pasar karbon di Indonesia masih tergolong baru, penerapannya yang efektif diharapkan dapat mendorong perubahan perilaku industri, khususnya pada sub-sektor pembangkit listrik dan sektor energi secara keseluruhan.

PTBAE-PU merupakan penetapan pagu emisi GRK bagi pelaku usaha dan/atau penetapan kuota emisi dalam Periode Kepatuhan tertentu bagi setiap pelaku usaha. Periode Kepatuhan ditetapkan oleh Menteri Terkait untuk mengukur kepatuhan suatu pelaku usaha dalam menurunkan emisi GRK sesuai dengan pagu emisi GRK atau target yang telah ditetapkan.

PTBAE-PU dapat ditetapkan berdasarkan usulan pelaku usaha atau penetapan langsung oleh Menteri Terkait.

Sedangkan tata acara pelaksanaan lelang PTBAE-PU melalui berbagai tahap diawali oleh evaluasi menteri terhadap pelaksanaan perdagangan karbon. Apabila terdapat kekurangan ketersediaan PTBAE-PU di pasar karbon, Menteri melalui Ditjen Gatrik dapat melakukan lelang.

Berdasarkan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pembinaan dan Penguatan Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan atau OJK berwenang mengelola dan mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor pertukaran karbon. Pada 26 September 2023, Pertukaran Karbon memulai aktivitas perdagangan karbon pertamanya.

Kegiatan utama OJK terbaru untuk pertukaran karbon Indonesia telah mencapai tahap 3 yaitu finalisasi dan komunikasi wawasan dengan beberapa aktivitas kunci yaitu MoU dengan industri terkait, mengkomunikasikan peraturan mengenai Pertukaran Karbon untuk kegiatan perdagangan karbon di Indonesia serta melakukan diskusi pasar karbon tingkat ASEAN.

Pelaku perdagangan karbon tentu harus terus mengetahui berbagai perkembangan terbaru sektor ini. Pada 20 September 2023, BEI merilis beberapa ketentuan baru mengenai perdagangan karbon melalui IDX Carbon, diantaranya Keputusan No. Kep-00295/BEI/09-2023 tentang Ketentuan Pendaftaran Unit Karbon Melalui Pertukaran Karbon hingga Surat Edaran No. SE-00014/BEI/09-2023 tentang Standarisasi Pengelompokan Satuan Karbon.

Sementara hingga 26 September 2023, transaksi di IDX Carbon telah mencapai volume total 459,953 tCO2 dengan nilai total mencapai Rp 29,208,036,359. 

Meskipun pasar karbon di Indonesia masih tergolong baru, penerapannya yang efektif diharapkan dapat mendorong perubahan perilaku industri, khususnya pada sub-sektor pembangkit listrik dan sektor energi secara keseluruhan. Penyebaran informasi kepada masyarakat yang lebih luas penting untuk menarik lebih banyak pembeli dan pedagang untuk berpartisipasi dalam pertukaran karbon di luar sektor energi. Pada tahap awal ini, diperlukan insentif dari pemerintah karena untuk bisa lolos kriteria ‘hijau’, diperlukan proses tambahan yang menimbulkan biaya tambahan dan berpotensi menjadi beban, sehingga membuat pasar karbon menjadi tidak menarik. Pasar ini juga menciptakan peluang bagi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pendanaan iklim, sekaligus mendorong peluncuran pajak karbon sebagai alat pelengkap yang penting. Pemantauan dan evaluasi berkala diperlukan untuk menjaga semua kegiatan pada jalur yang benar, sementara peningkatan dan pengembangan lebih lanjut diperlukan agar pasar memenuhi syarat di tingkat internasional.