COP 27, Legacy Indika Nature Untuk Bumi Pertiwi

Inisiatif Indika Nature dalam meninggalkan legacy bumi yang hijau bagi generasi masa depan.

Conference of The Parties (COP) dari United Nations Framework Convention on Climate Change merupakan konferensi untuk isu perubahan iklim global yang menawarkan kesempatan bagi para pemimpin dunia untuk menyusun agenda yang menempatkan perubahan iklim di garis depan kemakmuran ekonomi masa depan. COP ke-27 (COP27) yang dilangsungkan di Mesir pada awal November lalu dihadiri oleh perwakilan 200 negara, termasuk Indika Nature, salah satu entitas bisnis terbaru dari Indika Energy.

COP27 dimulai dengan usulan kompensasi iklim yang dalam tujuh tahun terakhir ini mencatatkan rekor iklim terpanas yang membuat manusia dengan cepat mendekati titik kritis berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan. 

Untuk mengatasi krisis tidak hanya membutuhkan pendanaan namun juga perlu mengadaptasi sistem dan cara kerja. Pengurangan emisi karbon oleh sektor swasta menjadi prioritas. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan fokus pada investasi hijau dan pengembangan energi hijau. Peningkatan yang bertujuan pada pelaksanaan pengayaan dapat dilakukan di luar hutan produksi. Pada kawasan hutan konservasi, kegiatan rehabilitasi melalui pengayaan spesies dapat dilakukan sebagai bagian dari kegiatan restorasi ekosistem yang bertujuan untuk mengembalikan struktur vegetasi.

Melalui Indika Nature, Indika Energy memasuki bisnis solusi berbasis alam dengan memelihara alam untuk kehidupan manusia dan dunia yang berkelanjutan. Berbicara pada COP27 dalam sesi McKinsey: Scaling New Green Businesses and Climate Resilience & Energy Transition, CEO Indika Nature, Leonardus Herwindo menyatakan bahwa Indika Nature sebagai salah satu usaha termuda dari Indika Energy, memahami banyaknya risiko yang mungkin muncul saat membangun bisnis. Tidak hanya pada aspek finansial, namun juga operasional dan standarisasi yang diperlukan. “Tidak hanya aspek bisnis, namun kami mencoba membangun ekosistem untuk memastikan keberlanjutan di masa depan,” ungkapnya.

Tidak hanya aspek bisnis, namun kami mencoba membangun ekosistem untuk memastikan keberlanjutan di masa depan. The time for action is now.

Lanjut Leonardus, percepatan bisnis harus dilakukan selaras dengan percepatan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, “Inisiatif penurunan emisi akan efektif jika seluruh elemen dan lapisan masyarakat terlibat, dan menerima langsung manfaatnya. Kami bekerja secara kolaboratif dengan komunitas untuk mencari solusi yang mempengaruhi kesejahteraan mereka. Ini adalah platform yang kuat untuk membawa perubahan lingkungan dan perilaku menuju keberlanjutan. The time for action is now,” tekannya.

Indika Nature juga hadir dalam acara diskusi Indonesian Pavilion di COP27 pada sesi Climate Resilience and Energy Transition: Fostering Collaborative Action. Leonardus menuturkan bahwa saat ini pihaknya sedang mengembangkan hutan tanaman untuk sebagai bahan baku biomassa industri wood pellet. “Indika Nature mengelola konsesi seluas 170 ribu hektar dimana 15.000 hektar diantaranya ditanami kaliandra. Produksi perdana dijadwalkan terjadi pada akhir 2023,” jelasnya.

Dalam skala negara, Indonesia sendiri berkomitmen untuk terus mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) yang berdampak pada pengurangan emisi gas rumah kaca sehingga bisa berkontribusi pada upaya pencegahan bencana perubahan iklim. Transisi energi terbarukan berbasis produk kehutanan menjadi salah satu opsi yang potensial untuk terus berkembang karena Indonesia memiliki sumber daya hutan yang luas.

“Penggunaan energi terbarukan harus bisa mengakselerasi pembangunan rendah karbon dan mengamankan suplai energi di dalam negeri,” ungkap Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana. Ia menegaskan pemerintah bertekad untuk memenuhi target bauran EBT 23 persen pada tahun 2025 dan mencapai net zero emissions sektor energi pada tahun 2060. “Sumber EBT tersebut bisa berasal dari tenaga surya, angin, hidro, nuklir atau biomassa,” jelas Dadan.

Dia menekankan, pencapaian target tersebut butuh aksi kolaboratif yang melibatkan semua pihak termasuk dukungan dari sektor swasta. Indonesia memiliki sejumlah spesies tanaman penghasil kayu energi yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung cofiring karena memiliki nilai kalori yang tak kalah dengan batubara. Diantaranya adalah akasia, gamal, dan kaliandra.

Isu kehutanan yang bertanggung jawab tentu saja tidak hanya melindungi kesehatan dan ketahanan hutan, tetapi juga melindungi kesejahteraan keluarga, masyarakat adat yang tinggal di tanah leluhur mereka, dan pekerja yang mata pencahariannya bergantung pada hasil hutan. 

The time for action is now.