Hadapi Tantangan Global Melalui Social Enterprise

Model bisnis social enterprise yang berbasis komunitas mampu membuat perusahaan lebih kuat dan berkelanjutan.

Pandemi yang berkepanjangan, perubahan iklim dan perang antara Rusia dan Ukraina telah memberikan tantangan yang tidak mudah bagi masyarakat dunia internasional. Hampir seluruh sektor bisnis terpengaruh dan memerlukan langkah-langkah serta strategi yang konkrit untuk menghadapinya, tak terkecuali di sektor energi.

Saat ini, menurut hasil survei World Economic Forum-Global Shapers setidaknya ada 10 masalah utama yang dihadapi oleh dunia internasional, yaitu Climate Change/Destructive of Nature, Large Scale Conflict/War, Inequality, Poverty, Religion Conflicts, Government Accountability and Transparency,  Food and Water Security, Lack of Education, Safety/Security/Wellbeing, dan Lack of Economic Opportunity/ Unemployment.

Setiap negara, elemen masyarakat, dan entitas bisnis perlu melakukan adaptasi, penyesuaian strategi bisnis dan melakukan pendekatan yang baru agar bisa tetap sustained dan mampu memberikan kontribusinya dalam menyelesaikan 10 permasalahan utama yang dihadapi dunia tersebut.

Banyak pihak yang memandang bahwa private sector hanya menjalankan bisnisnya untuk mengoptimalkan revenue. Fokus utama dalam hal revenue inilah yang seringkali dipandang sebagai awal mula dari permasalahan, karena dengan hanya fokus pada revenue artinya perusahaan-perusahaan dianggap tidak begitu memperhatikan dampak buruk yang ditimbulkannya.

Diperlukan sebuah model usaha baru yang tidak hanya mampu menghasilkan revenue namun juga mampu berkontribusi untuk sustained.

NGO (Non-Governmental Organization), banyak dipandang oleh masyarakat berada di kutub yang berseberangan dengan private sector. NGO lebih fokus pada upaya-upaya mencari social impact namun di sisi lain kesulitan untuk sustain karena hanya mengandalkan pemasukan dari donasi atau CSR (Corporate Social Responsibility).

Diperlukan sebuah model usaha baru yang tidak hanya mampu menghasilkan revenue dan mengoptimalkan profit, namun juga mampu berkontribusi menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh dunia, dan dalam waktu yang bersamaan tetap mampu untuk sustained.

Salah satu model bisnis yang dianggap mampu sustained dan juga dapat berkontribusi besar dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dunia adalah model bisnis social enterprise. Menurut Komite Ekonomi dan Sosial Eropa, social enterprise merupakan operator dalam ekonomi sosial yang tujuan utamanya adalah untuk lebih memiliki dampak sosial daripada menghasilkan keuntungan bagi pemilik atau pemegang saham mereka. Sedangkan menurut Vasudevan, social enterprise mengutamakan kegiatan bisnis tetapi juga memiliki tingkat minat yang sama dalam melakukan kegiatan yang memberikan dampak sosial, bukan hanya menghasilkan pendapatan dan keuntungan atau hanya menyelesaikan masalah sosial saja.

Salah satu contoh social enterprise di Indonesia misalnya adalah Perkumpulan Telapak (Telapak) yang didirikan tahun 1997, dan merupakan perkumpulan multi profesi yang berfokus melakukan penguatan kapasitas masyarakat untuk mengelola sumber daya alam secara lestari dan bertanggung jawab. Telapak merupakan satu-satunya penerima Skoll Award on Social Entrepreneur di Indonesia berkat keberhasilannya membangun program dengan dampak yang berkelanjutan melalui pendekatan multi pihak. 

Telapak berhasil membangun sebuah perusahaan yang inklusif dimana kepemilikan saham dimiliki oleh petani, investor, pemerintah daerah dan NGO. Perusahaan bernama PT. SOBI (www.sobi.co.id) yang sekarang sudah berusia 7 tahun, adalah salah satu market leader untuk kayu bersertifikat FSC (Forest Stewardship Council) di Indonesia saat ini. Telapak juga menjadi satu dari sedikit NGO Indonesia yang menjadi bagian dari World Economic Forum, karena keberhasilannya menyambungkan kepentingan masyarakat (sustainable livelihood) dengan kepentingan perusahaan (sustainable and responsible resources), dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan.

Membangun solusi yang berkelanjutan, partnership dengan komunitas lokal mutlak diperlukan.

Perbedaan mendasar yang memiliki pengaruh besar antara investasi model lama dengan social enterprise adalah model pengelolaannya, sebagian besar investasi dimulai dengan modal kapital, kemudian dilanjutkan dengan pencarian sumber daya alam yang untuk pengerjaannya membutuhkan pekerja. Sedangkan model yang digunakan oleh SOBI justru sebaliknya, para pemegang hak mengelola sumber daya alam, baru kemudian mencari kapital dan partnership. Dengan model bisnis yang digunakan oleh SOBI tersebut, komunitas lokal menjadi lebih berdaya, dan bisnis juga menjadi lebih berkelanjutan.

Dalam bisnis dengan model social enterprise, peran komunitas sangat penting dan mendasar, salah satu cara untuk membangun komunitas bisa dimulai dengan membangun mimpi individu, utamanya tentang pengertian pendapatan aktif dan pendapatan pasif. Mimpi-mimpi individu tersebut merupakan fondasi yang dapat membangun mimpi bersama, dimana selanjutnya juga akan mampu membuat komunitas untuk bergerak bersama.

Ulasan tentang model bisnis social enterprise tersebut dipaparkan dalam Indika Energy Leaders’ Insights, yang merupakan sesi berbagi pengetahuan dan pengalaman dari para ahli terkait topik-topik terkini kepada jajaran eksekutif dan manajemen di Indika Energy Group. Melalui kegiatan ini, manajemen berharap mendapatkan insights mengenai perkembangan industri dan ekonomi Indonesia yang related dengan strategi perusahaan dalam memberikan energi menuju masa depan Indonesia yang berkelanjutan. Kegiatan yang diikuti oleh para leaders Indika Energy Group tersebut mengambil tema “IEG Leader’s Insights on Social Enterprise and Partnership for the Future” dan diadakan pada 15 Maret 2022 dengan menghadirkan Silverius Oscar Unggul (Onte) sebagai salah satu pemateri.

Dari kegiatan IEG Leader’s Insights on Social Enterprise and Partnership for the Future tersebut, menjadi terang benderang bahwa untuk membangun solusi yang berkelanjutan, partnership dengan komunitas lokal mutlak diperlukan. Saat ini dunia sedang berubah dengan sangat cepat karena teknologi, masyarakat jangan sampai hanya menjadi stakeholder saja, namun juga harus menjadi shareholder untuk masa depan yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.