Upaya Indika Energy Menyelaraskan Target Net-zero di kawasan ASEAN

Kolaborasi untuk membangun peta jalan menuju net-zero.

ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) 2023 baru saja menyelenggarakan ASEAN Business & Investment Summit 2023 (ABIS) pada 3-4 September 2023 dengan tema “ASEAN Centrality: Innovating Towards Greater Inclusivity” di Jakarta, dan tahun ini diwakili oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia.

ABIS 2023 bertujuan memperkuat suara sektor swasta dalam mengadvokasi reformasi kebijakan dan menempatkan ASEAN sebagai episentrum. keterhubungan ekonomi global. Dengan mempertemukan para Kepala Negara, Presiden, Perdana Menteri dari ASEAN dan negara-negara mitra dialog, serta para pemimpin bisnis, ABIS 2023 memfasilitasi dialog konstruktif mengenai tema-tema utama konferensi ini: Transformasi Digital, Pembangunan Berkelanjutan, Ketahanan Kesehatan, Ketahanan Pangan , Fasilitasi Perdagangan, dan Fasilitasi Investasi.

Indika Energy turut berpartisipasi dalam Policy Session “Decarbonizing Southeast Asia: Charting ASEAN’s Pathway to a Net-Zero Future”, 3 September 2023 di Hotel Sultan, Jakarta. Azis Armand, Vice President Director dan Group CEO Indika Energy hadir sebagai salah satu pembicara panel. 

Policy Session berupaya mengeksplorasi cara-cara untuk meningkatkan transisi energi di kawasan ini, serta potensi kolaborasi dan peta jalan untuk mencapai net-zero pada skala transformatif. Kemudian membahas strategi untuk memfasilitasi pembiayaan ramah lingkungan, termasuk penggunaan instrumen keuangan inovatif untuk menyalurkan investasi ke proyek-proyek berdampak besar yang kekurangan dana, serta jalur regional bersama untuk mencapai transisi energi yang adil dan terjangkau di ASEAN.

Landasan Environmental, Social and Governance (ESG) yang kuat telah dibangun dengan topik-topik material yang teridentifikasi, target spesifik, dan tata kelola yang mendukung.

Menyikapi ambisi net-zero ASEAN dan cara mensinergikan mekanisme net-zero di kawasan ini, Azis menyatakan meski ambisi net-zero sudah memadai bagi negara-negara anggota ASEAN dengan 8 dari 10 negara anggota berkomitmen terhadap net-zero, namun masih banyak hal yang bisa dilakukan. 

Misalnya, sebagian besar negara ASEAN masih perlu mengembangkan peta jalan yang tegas untuk membantu mereka mencapai target tersebut. Dorongan terhadap rencana penghentian penggunaan batu bara secara nyata sebagai bagian dari peta jalan dinilai masih kurang, mengingat adanya tantangan yang melekat pada masa transisi ini.

Beberapa kolaborasi lintas-ASEAN menurut pengamatan Azis telah muncul dalam beberapa tahun terakhir, misalnya energi terbarukan melalui Proyek Integrasi Tenaga Listrik Laos-Thailand-Malaysia-Singapura (LTMS-PIP)1, dan taksonomi berkelanjutan ASEAN. “Inisiatif-inisiatif tersebut mendorong pengembangan industri ramah lingkungan dan interoperabilitas regional, mendorong pertumbuhan berkelanjutan dan melengkapi upaya nasional sebagai bagian dari upaya kolektif regional,” jelas Azis.

Untuk mengatasi tantangan dan peluang terkait transisi energi dan perubahan iklim di Asia Tenggara, menurut Azis dari perspektif sektor swasta, hambatan terbesarnya bukanlah pada ambisinya, melainkan pada aktivitas implementasi praktis dan keputusan yang diperlukan untuk mencapai dekarbonisasi yang berarti, termasuk kurangnya alokasi anggaran, struktur organisasi yang tidak selaras, dan masalah rantai pasokan.

Azis mengedepankan tindakan umum untuk mengatasi tiga tantangan tersebut. Pada aspek alokasi anggaran, perusahaan harus bertindak berdasarkan alokasi sumber daya dekarbonisasi nya, dengan cara mempertahankan fokus dan keyakinan jangka panjang, yaitu memperluas Return on Investment (ROI) dalam jangka panjang, dan menetapkan tata kelola dan akuntabilitas yang memungkinkan pengambil keputusan lokal/fungsional untuk memberdayakan mereka pada hasil investasi dekarbonisasi.

Pada aspek struktur organisasi, Azis menekankan penyelarasan kembali visi eksekutif untuk menutup kesenjangan ekspektasi implementasi dan dengan demikian memastikan keselarasan antara strategi dan operasi, dan meningkatkan akuntabilitas eksekutif, misalnya dengan mengaitkan metrik kinerja dengan pencapaian target pengurangan karbon.

Saat ini kami sedang berupaya meningkatkan keseluruhan strategi, meningkatkan akurasi jejak, fokus pada peningkatan kapasitas dan menanamkan keberlanjutan dalam keputusan bisnis strategi kami dan operasi sehari-hari – baik di portofolio inti maupun usaha baru kami.

Sementara pada rantai pasokan, Azis melihat perlunya mengaktifkan faktor pendukung dekarbonisasi yang tepat, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan model keuangan inovatif, mekanisme penetapan harga karbon, dan praktik terbaik pengelolaan data dan  berkolaborasi dengan rantai pasokan, pemasok prioritas, kontraktor, dan mitra bisnis lainnya. 

Bagi Indika Energy, perubahan iklim merupakan latar belakang strategi bisnis perusahaan, serta tujuan jangka panjang dan pendeknya. Landasan Environmental, Social and Governance (ESG) yang kuat telah dibangun dengan topik-topik material yang teridentifikasi, target spesifik, dan tata kelola yang mendukung.Saat ini kami sedang berupaya meningkatkan keseluruhan strategi, meningkatkan akurasi jejak, fokus pada peningkatan kapasitas dan menanamkan keberlanjutan dalam keputusan bisnis strategi kami dan operasi sehari-hari – baik di portofolio inti maupun usaha baru kami,” jelas Azis.

Azis tidak menampik terdapat tantangan khusus bagi Indika Energy sebagai salah satu pemain energi utama di Indonesia. Dalam portofolio perusahaan saat ini, energi tradisional, misalnya pertambangan batu bara dan aktivitas rantai nilai terkait, memberikan kontribusi pendapatan yang signifikan. Bisnis-bisnis tersebut pada dasarnya sulit untuk di dekarbonisasi, misalnya, operasional bisnis memerlukan mesin-mesin berat yang menggunakan bahan bakar diesel dan bahan bakar tradisional lainnya, emisi metana dari penambangan terbuka secara teknis tidak layak untuk ditangkap, dan dari segi rantai nilai, produk-produk yang dijual seperti batubara olahan, secara alami memiliki emisi fase penggunaan langsung yang tinggi.

Namun, lanjutnya, Indika Energy melihat adanya peluang untuk mengatasi tantangan ini dan berkomitmen untuk mengurangi pendapatan batubara hingga 50% pada tahun 2025. Berlandaskan pada infrastruktur energi Indonesia, Indika Energy memanfaatkan melimpahnya potensi energi terbarukan di seluruh negeri dan mulai berinvestasi pada sektor ini, misalnya melalui EMITS yang memberikan solusi tenaga surya untuk sektor komersial dan industri di Indonesia.  

Di sisi pertambangan, Indika Energy juga memanfaatkan cadangan dan produksi nikel di Indonesia, sehingga menempatkan perusahaan pada posisi utama untuk berinvestasi dan mendapatkan keuntungan dari tingginya permintaan akan kendaraan listrik di masa mendatang.