Tetap Relevan di Tengah Arus Besar Perubahan

oleh: Azis Armand, Managing Director and CEO PT Indika Energy Tbk
Segala sesuatu berubah, tidak ada yang tinggal tetap. Satu-satunya yang tetap hanyalah perubahan itu sendiri. Demikian kalimat sakti milik filsuf Yunani Herakleitos yang sering digaungkan banyak pihak. Azis Armand pun sengaja memilih ungkapan itu sebagai isyarat, di tengah berbagai perubahan industri yang terjadi, Indika Energy harus senantiasa siap menjawab tantangan zaman.

Apa saja perubahan tren industri yang Anda lihat belakangan ini?

Tren pertama, semakin banyak pihak atau perusahaan besar yang menyatakan bahwa eksistensi sebuah perusahaan tidak hanya soal menerapkan shareholders value, namun juga stakeholders value. Jadi bagaimana perusahaan juga memberikan dampak kepada stakeholders, memberikan kontribusi kepada lingkungan, sosial, dan masyarakat.

Indika Energy sendiri sudah mulai mengadaptasi hal ini, walau tentu harus lebih terstruktur. Karena pada akhirnya yang membedakan korporasi yang hanya menekankan shareholders value, dengan yang juga menerapkan stakeholders value terletak pada sustainability issues. Maka kemudian dampak keberlanjutan ESG (Environmental, Social, Governance) menjadi populer, dengan melihat kepedulian korporasi pada isu lingkungan, society sekitar, hingga governance (tata kelola) tertangani dengan baik.

Society misalnya. Apakah masih relevan dengan diberikan donasi? Karena sekarang lebih bagaimana bisa memberikan impact kepada society. Hal ini yang harus secara sistematis Indika Energy lakukan.

Tren kedua, bahwa saat ini banyak sekali perubahan-perubahan yang cepat dan skalanya bisa besar dan terkadang tidak bisa diduga sama sekali. Misalnya saja tindakan Amerika Serikat yang membunuh petinggi militer Iran, yang mengakibatkan tingginya tensi politik global. Harga minyak bumi pun sempat meloncat tinggi. Hal ini tiba-tiba saja terjadi. Kemudian virus Corona yang dampaknya bisa sangat besar dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi China dalam kuartal pertama ini. Jika China “batuk”, dampaknya bisa kemana-mana.

Bagaimana antisipasi dari perubahan yang cepat ini?

Kita tentu harus kembali melihat apakah sektor yang kita masuki masih relevan atau tidak? Masih memiliki value atau tidak? Tak kalah penting melihat kembali cara kita menjalankan bisnis. Kideco misalnya sudah 25 tahun memproduksi batubara. Kita mungkin dengan mudah mengatakan kita baik-baik saja, bisa survive. Namun apakah bisa terus berlanjut melewati cycles? Seluruh komponen penting harus kembali kita review dan kembangkan .

Bagaimana dengan semakin maraknya disruptive technology?

Ini mengubah seluruh konstelasi ekonomi, baik dari sisi sektor industri yang menjadi primadona atau justru menjadi tidak relevan lagi, namun juga cara pelaku industri menjalankan bisnisnya. Misalnya saja dalam aspek operasional, yang sudah dilakukan oleh teman-teman di Petrosea. Bisnis dan sektornya tetap contract mining, namun model bisnisnya menjadi berbeda dengan implementasi di project Minerva misalnya. Kalau pun sektornya ada kemungkinan berubah, misalnya kita harus melihat relevansi sektor komoditas saat ini, karena tiba-tiba lithium atau nikel untuk baterai permintaannya meningkat, karena kebutuhan baterai di pasar yang lebih besar.

Dulu orang berpendapat industri batubara akan terkena dampak disruptive technology. Namun dengan semakin terhubungnya seluruh sektor, membuat tak hanya sektor batubara saja yang terkena dampaknya. Contohnya saja ESG, yang kini bukan hanya menjadi isu lingkungan antara NGO dan produser batubara semata, namun juga berdampak dari sisi financing, inventors, dan lenders karena semakin interconnected-nya berbagai sektor yang ada karena kehadiran teknologi.

Perkembangan teknologi juga berdampak pada human capital. Kebutuhan kemampuan tenaga kerja juga berubah seiring perubahan teknologi, sehingga bisa jadi ada yang tidak relevan lagi. Perubahan semacam ini yang harus diantisipasi, karena bisa juga membawa berbagai dampak, termasuk dampak sosial.

Bagaimana dengan perubahan tren korporasi dalam memperlakukan karyawan?

Saya percaya bahwa dasar dari perkembangan human capital adalah corporate values, yang bisa menyelamatkan dari segala perubahan yang terjadi.

Baik kita misalnya seorang akuntan yang memasukkan data entry, hingga programmer atau data scientist yang melakukan coding, nilai dasar perusahaan di antara berbagai pekerjaan tadi harus sama. Yang kemungkinan berbeda hanya budaya kerja. Kalau data entry dengan lebih banyak duduk bersama dan mengetik, maka akan terbentuk budaya tersendiri. Namun lain pula budaya yang akan terbentuk jika sistem kerjanya relatif lebih individual. Untuk itu kita perlu untuk revisit atau rethinking atas budaya kerja seperti apa untuk holding company, atau operational companies di subsidiaries dengan tantangan yang berbeda pula.

Semakin butuh keperluan untuk berkolaborasi, maka SILO mentality menjadi sudah sangat tidak relevan karena teknologi membantu kita untuk bisa melihat secara utuh. Pengambilan keputusan bisa berpengaruh dari sebuah elemen ke elemen lainnya.

Yang perlu diperhatikan Indika Energy Group selama 2020?

Core business kita adalah batubara, yang saat ini walau tetap dibutuhkan, namun sektor ini juga mengalami pressure dari segi ESG. Sementara keseimbangan supply and demand juga sedang mengalami tantangan. Pemerintah saat ini sedang menurunkan rencana produksi secara nasional dengan harapan bisa mendukung harga jual dengan asumsi demand yang stabil. Namun jika pertumbuhan ekonomi regional maupun dunia lebih rendah dari asumsi awal, berarti demand akan menurun sehingga kebijakan penurunan rencana produksi ini tidak bisa menopang harga jual. Sejak awal, tantangan ini sudah coba kita bahas. Salah satu langkah antisipasi kita adalah dengan berinvestasi di sektor non-batubara. Hal ini yang terus kita revisit dan eksplorasi untuk menyeimbangkan portfolio Perusahaan.

Terus tertekannya harga batubara membuat kita tidak bisa berharap harga jual bisa di atas US$ 100 per ton lagi. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Antisipasi-antisipasi secara internal yang harus terus dilakukan. Ini harus kita anggap sebagai ekuilibrium baru dan bagaimana kita bisa bertahan dalam konteks tersebut.

Dari bisnis model misalnya, kita mempunyai tambang dam meminta kontraktor untuk mengerjakannya, kemudian dengan ketersediaan logistik yang baik kita jual ke pasar. Apakah ini masih menjadi bisnis model yang ideal? Atau sebenarnya sudah saatnya kita menjadi trader saja? Atau posisi yang lain? Mana value yang paling optimal untuk kondisi dan dengan resources yang kita miliki? Ini yang harus terus kita pikirkan.

Kita harus survive dan tetap relevan. Misalnya kita mengambil strategi dengan menurunkan harga batubara sehingga survive, namun pada suatu saat batubara ini sudah tidak relevan, mau harganya diturunkan juga tidak akan sia-sia. Semua strategi yang akan diambil tentu mempunyai risiko, apalagi perubahan yang terjadi sangat cepat. Kita bisa memprediksi perubahannya hanya terjadi satu arah, tetapi di tengah jalan bisa menjadi ke banyak arah. Karenanya kita harus adaptif dan antisipatif.

Artikel Moody’s menyoroti Indika Energy dari mulai produksi yang ramah lingkungan, inisiatif sustainability, hingga tata kelola yang transparan. Ada mitigasi lain terkait ESG?

ESG bukan sesuatu yang baru, namun evolusinya semakin ketat. Ragam isu yang awalnya seolah menjadi secondary issues, belakangan menjadi primary issues. Tentu kita perlu melihat kesiapan kita dalam menghadapi perubahan tersebut. Misalnya bank-bank tertentu dari negara tertentu yang mendukung industri batu bara sangat terbatas. Bisa saja suatu saat coverage mereka menjadi lebih besar, sehingga kita harus mempersiapkan diri dengan lebih baik. Apakah cukup menjadi Tbk, misalnya? Hal-hal ini harus terus diantisipasi.

Bagaimana meyakinkan publik jika langkah terkait ESG bukan karena pressure investor atau lenders?

Dari diskusi saya dengan Kideco dan MUTU, memang ada kebutuhan untuk melakukan berbagai langkah tersebut. Contohnya environmental management. Kalau kita tidak kelola dengan baik, sustainability perusahaan bisa terganggu. Begitupun aspek sosial dan governance. Sehingga harus ada sebuah pandangan baru bahwa ESG dan berbagai isu yang menyertainya, adalah bagian dari cara kita menjalankan bisnis, bukan tentang berusaha menangani tekanan.

Misalnya ada kelompok management tertentu yang dipercaya untuk memimpin sebuah anak perusahaan batubara. Kelompok ini bisa saja mengambil keputusan untuk short term profit semata. Sehingga kemudian bisa menunjukkan pada dewan komisaris bahwa dalam setahun sudah menunjukkan keberhasilan dengan melampaui target. Namun apakah di tahun-tahun selanjutnya bisa tetap melampaui target? Apakah berkelanjutan? Sustainability spirit itu harus tertanam di segala hal yang kita kerjakan.

Nilai investasi yang kita lakukan untuk ESG apakah bisa mengundang polemik?

Kita tidak semata melihatnya dari jumlah nominal yang dikeluarkan. Kalau kita melihatnya hanya dalam keuntungan jangka pendek, tentu bisa dipertanyakan. Apalagi jika kelompok lain bisa mendapatkan keuntungan lebih besar dengan kondisi yang sama. Namun bisa jadi tahun depan kitamampu perform dengan hasil yang sama, sementara yang lain justru turun karena tidak sustainable.

Tentu hal ini dengan tetap mengelola berbagai rasio yang ada. Kita mungkin tidak mendapatkan withhold gain tahun tersebut, namun kita bisa sustainable di tahun berikutnya. Saya rasa para investor sudah semakin aware dan knowledgeable mengenai hal-hal ini.

Sustainability itu menurut saya luas artinya, bukan hanya mengenai lingkungan hidup. Tentang dokumentasi misalnya, minutes of meeting itu adalah sebuah langkah sustainability. Sebuah proses pengambilan keputusan yang well documented menjadi bagian dari proses berkelanjutan. Sebuah keputusan bisa benar atau salah yang mungkin baru bisa diketahui dampaknya lima tahun mendatang. Kalau ini terdokumentasikan dengan baik, maka di masa mendatang para pimpinan bisa mengambil lesson learned dan pengambilan keputusan pun akan lebih baik.

Contoh lain sustainability adalah compliance terhadap peraturan. Kalau misalnya kita tidak patuhmembayar pajak maka akan membuat Perusahaan untung besar. Tetapi tahundepan bisa terkena proses hukum sehingga langkah tersebut (tidak membayar pajak) tidaklah berkelanjutan.

Apa harapan Anda di 2020?

Ada istilah, “Yang permanen adalah perubahan itu sendiri”. Dan perubahan bisa datang dengan tiba-tiba. Tak ada pilihan lain selain kita harus bisa terus menyiapkan diri, bukan saja aware terhadap perubahan, namun juga siap dengan perubahan yang datang. Merasa paling tahu atau benar untuk sesuatu hal mungkin sudah tidak relevan saat ini. Perlu ada keinginan dan keterbukaan untuk melihat relevansi dengan keadaan saat ini.