Menjawab Tantangan Industri 4.0

oleh: Raymond Rasfuldi, Direktur Utama ZebraX
Stephen Hawking, seorang ilmuwan ternama mengatakan bahwa ukuran sebuah kepandaian itu adalah kemampuan untuk beradaptasi. Tak heran jika ungkapan ini cukup sering digunakan, terlebih lagi saat ini di era yang sangat dinamis, atau bahkan disruptif dimana kemampuan untuk beradaptasi menjadi faktor penting untuk menjaga kelangsungan usaha.

 

Kemampuan beradaptasi ini juga yang kembali diperbincangkan ketika istilah Industri 4.0 mengemuka. Revolusi industri generasi ke empat ini menjadi menarik karena tidak serta-merta memperlihatkan perubahan fisik industri yang kasat mata. Indikator berbincang dengan Raymond Rasfuldi, Direktur Utama ZebraX, sebuah unit bisnis baru Indika Energy Group, untuk mengetahui lebih lanjut tentang industri 4.0, dan bagaimana kehadiran ZebraX menjadi respon adaptif terhadap perubahan zaman.

Apa yang menarik dari Industri 4.0?

Kita tidak bisa lepas dengan apa yang sudah terjadi di dunia industri sebelumnya., karena Industri 4.0 terbangun atas pencapaian masa sebelumnya sehingga bisa berkembang ke dimensi industri seperti saat ini. Di era Industri 1.0 perkembangan mekanisasi bermula dari era mesin yang saat itu masih berbasis tenaga air atau uap. Masuk ke Industri 2.0 ditandai dengan assembly line yang memungkinkan adanya produksi dalam jumlah besar, serta penggunaan tenaga listrik. Penggunaan komputerisasi menjadi ciri dimulainya Industri 3.0 yang berdampak pada teknologi otomatisasi. Peran manusia dalam operasional mulai tergantikan oleh sistem komputerisasi. Industri 4.0 ditandai dengan lahirnya cyber physical system. Konektivitas dan komunikasi antar komputer sehingga mampu membuat keputusan sendiri tanpa bantuan manusia. Terdapat integrasi komputasi, serta konektivitas jaringan dengan sistem fisiknya. Otak Industri 4.0 adalah komputansi alogaritma yang didukung dengan kesediaan data. Terdapat kalkulasi dan pengolahan data yang terintegrasi antar media komputansi, sehingga dapat memberikan kemampuan analisa, insight hingga decision making, terhadap proses produksi yang dapat memberikan dampak pada operasional yang lebih efektif, efisien dan optimal.

Bagaimana dengan program pemerintah Making Indonesia 4.0?

Tentu sangat penting untuk meningkatkan awareness. Salah satu tantangan dalam dunia industri Tanah Air adalah operational efficiency, bukan cost efficiency. Tantangan lain adalah nilai competitiveness kita yang menurun dibandingkan negara-negara berkembang lainnya karena biaya yang semakin tinggi, namun tidak diiringi langkah efisiensi sehingga total biaya per unit operasi, barang, atau produksi juga meningkat. Sehingga penting untuk mendapatkan kesadaran untuk segera mengadaptasi Industri 4.0.

Apa keuntungan dari penerapan teknologi ini?

Dari segi pasar, karena berbasis data dan konektivitas, maka jawabannya adalah meningkatkan visibilitas dan aksesibilitas terhadap data.

Penerapan Industri 4.0 akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Kemampuan dalam menganalisa data yang lebih banyak, secara real time, tentu jauh lebih baik dan akurat daripada yang bisa dilakukan manusia.

Keuntungan lain adalah membuka peluang terciptanya jenis bisnis baru bagi para pelaku industri. Misalnya dengan adanya penerapan Industri 4.0 ini, kini ada beberapa vendor atau manufaktur yang menjual atau menyewakan peralatannya berdasarkan running hours-nya sehingga membuat harga lebih kompetitif karena bisa disesuaikan dengan pemakaian.

Tentu ada risiko dari perkembangan industri semacam ini?

Untuk melakukan transformasi digital, perlu ada transformasi bisnis, transformasi teknologi, dan transformasi organisasi. Untuk transformasi bisnis bisa kita lihat dari business case-nya. Dalam transformasi teknologi tentu ada investasi teknologi yang tetap memperhatikan bisnis, sementara dalam transformasi organisasi diperlukan komitmen manajemen hingga skill-skill baru yang mungkin sebelumnya belum dimiliki. Setiap individu harus dapat melihat ragam business case agar transformasi lebih memberikan nilai. Transformasi teknologi, tidak berarti serta-merta membuang yang lama dan mengganti seluruhnya dengan yang baru. Yang terpenting adalah komitmen untuk menghindari silo mentality, karena diperlukan kerjasama untuk liberalisasi data. Salah satu risiko terbesar adalah dari sisi keamanan atau cybersecurity, karena Industri 4.0 adalah sistem yang selalu terhubung.

Apakah 4.0 bisa diterapkan secara umum?

Kita harus melihat karakteristik industrinya. Di industri fintech dan manufacturing 4.0 seperti sudah menjadi sebuah keharusan. Namun di industri legacy seperti pertambangan, power, minyak dan gas, seperti layaknya Indika Energy Group (IEG) yang sudah berkecimpung lebih dari 45 tahun lamanya, tentu perlu dipikirkan resistensi yang akan muncul.

Apakah adaptasi 4.0 harus segera dilakukan karena teknologi yang disruptif?

Proteksi pasar di e-commerce dan industri tentu berbeda. Di e-commerce selama mendapatkan deal yang menarik, maka pasar akan selalu datang. Sementara di industri energi seperti IEG ada faktor availability dan reliability untuk memastikan operasi terus berjalan sehingga tidak rugi akibat proses yang terhenti dalam penerapan teknologi. Karenanya ketika kita mendirikan ZebraX, kita tidak memulai dengan membuat produk tetapi membuat solusi bersama klien sehingga kemungkinan perjalanannya akan lebih panjang daripada e-commerce. Setiap solusi yang ditawarkan harus bisa menjawab isu availability tadi.

Bagaimana dengan penerapan 4.0 di IEG?

Penerapan Industri 4.0 di sektor pertambangan sebagai salah satu core business IEG telah dimulai Petrosea, di Proyek Tabang, Kalimantan Timur. Industri 4.0 digunakan pada system crew management dan dispatch management system yang bersifat dinamis dan real-time sehingga berdampak langsung kepada produktifitas pemakaian alat dan juga efisiensi biaya produksi.Kemudian juga upaya integrasi liberalisasi data pada control tower, sebuah dashboard yang bisa memberikan informasi produksi dan finansial dengan rekomendasi efisiensi biaya. Kita juga akan memulai melihat solusi untuk meningkatkan efisiensi kinerja power plant di Cirebon Electric Power (CEP) dan bersiap untuk menerapkan solusi digital di tambang batu bara Kideco Jaya Agung (Kideco) dan Multi Tambangjaya Utama (MUTU)

Apa maksud dan tujuan berdirinya ZebraX?

Pendirian ZebraX sebenarnya berawal dari keingintahuan. Saat itu kita melihat informasi yang beredar tentang perubahan teknologi industri 4.0 begitu dibicarakan banyak orang. Kemudian kita berbincang dengan beberapa klien tentang digital journey mereka, yang berujung kita melihat adanya kesempatan untuk membantu dan mendorong terjadinya transformasi digital.

Digital journey dapat dilakukan secara bertahap atau modular sehingga tidak perlu untuk langsung melakukan perubahan digital secara keseluruhan, namun lebih fokus kepada implementasi yang membawa dampak nilai terbesar. Maka kami mempunyai kebijakan hanya memberikan rekomendasi implementasi yang dapat memberikan dampak dalam jangka waktu 12 hingga 18 bulan. Dalam jangka waktu ini, penghematan yang didapat idealnya sudah mampu membayar pengeluaran dari pengimplementasian digital yang ada. Pada akhirnya Industri 4.0 adalah enabler yang tidak serta-merta secara langsung mengubah bisnis, namun dapat membuat bisnis menjadi lebih baik dan melihat kemungkinan terciptanya kesempatan bisnis baru. Kebutuhan enabler ini tentu harus di-define oleh perusahaan itu sendiri dengan bantuan ZebraX.

Tantangan bagi ZebraX?

Menjadi integrator dan penyedia solusi digital adalah sebuah tantangan tersendiri untuk kami. Fragmentasi industri saat ini nyata terjadi kala sebuah perusahaan ingin berkembang dengan melakukan perubahan 4.0. Perusahaan tidak bisa hanya berhubungan dengan sebuah perusahaan saja untuk bisa menghantarkan solusi tersebut. Disinilah ZebraX hadir menjadi integrator digital terhadap fragmentasi solusi di industri. Saat ini penerapan 4.0 relatif lebih ke e-commerce atau fintech, belum ada yang dapat membangun sebuah solusi end to end, sehingga diperlukan sebuah perusahaan digital integrator yang dapat menyatukan solusi yang terbagi-bagi tadi.

Apa rencana ZebraX di 2019 ini?

Kita berharap bisa masuk ke tiga sektor industri, yaitu pertambangan, pembangkit listrik, serta minyak dan gas yang tidak hanya memberi solusi, namun sudah terbukti implementasinya sehingga klien bisa mendapatkan keuntungan dari solusi yang kita tawarkan.


I’m a Brick and Mortar Guy!

Kendati saat ini memimpin sebuah perusahaan digital solution, latar belakang Raymond ternyata adalah lulusan Chemical Engineering. Mengenyam pendidikan di Texas A&M University, Amerika Serikat, Raymond pernah bekerja di Bethel, Amerika Serikat dan kemudian menjelajahi berbagai proyek di Trinidad, Kazahktan, Singapura, hingga China. “Makanya, I‘m a brick and mortar guy (orang lapangan) sebenarnya,” jelasnya.

Pada 2003, Raymond bergabung di Tripatra dan kemudian menduduki berbagai posisi. Pada 2016, ia dipercaya untuk memimpin unit business development dan disanalah tercetus inisiasi ZebraX. “Saya percaya digitalisasi adalah salah satu alat penting, atau bahkan terpenting, dalam pengembangan sebuah industri kedepan agar tetap bisa memberikan manfaat maksimal bagi pelanggan, penguna dan juga pemegang saham tentunya,” ujarnya.