Menjadi Insan Tangkas dan Tangguh

oleh: Leonardus Herwindo, Head of Human Capital and Corporate Services Tbk
Peran human capital dalam melahirkan SDM organisasi yang agile tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan,menurut Direktur Utama Indika Energy Arsjad Rasjid, human capital adalah partner strategis para CEO untuk dapat memberdayakan dan menggerakkan semua individu yang ada di dalam perusahaaan.

 

Sebagai Head of Human Capital and Corporate Services PT Indika Energy , Leonardus Herwindo tentu amat memahami hal ini. Berbagai strategi dan upaya terus dilaksanakan sehingga setiap insan Indika Energy Group (IEG) mempunyai cara pandang yang sama akan pentingnya sikap agile dalam menjawab tuntutan perubahan zaman.

Seberapa penting kemampuan agility diperlukan saat ini?

Kalau bicara agility yang sifatnya lebih ke individu dan personal, maka definisi mudahnya adalah “ketangkasan”. Bagaimana seseorang harus tangkas dalam menghadapi perubahan situasi dan tantangan yang ada. Kalau analoginya seorang atlet, maka kompetensi teknisnya harus mumpuni dulu. Ini penting karena dia mungkin tidak tahu akan bertemu lawan seperti apa, cara mainnya seperti apa, sehingga ia harus tangkas dan sigap dalam mengantisipasi lawan atau pun permainan yang dihadapi.

Di sinilah peran human capital diperlukan?

Human capital menjadi faktor utama agility di dalam sebuah perusahaan. Segala perubahan bisnis, regulasi, hingga persaingan usaha, menuntut para leaders dan timnya harus tangkas dan cekatan dalam menghadapi itu semua, sehingga mereka bisa tanggap dengan solusi dan inovasi baru. Inovasi tidak berarti harus menciptakan barang yang baru, tetapi cara-cara baru untuk menghadapi persaingan yang ada.

Bagaimana Anda menerjemahkan ini di IEG ?

Baik di holding maupun subsidiaries kita mempunyai lima values sebagai dasar yang harus dimiliki setiap insan di IEG, yaitu Integrity, Teamwork, Achievement, Unity in Diversity, dan Social Responsibility. Bicara agility, kita selalu berupaya mengidentifikasikan hal tersebut dalam melihat potential leaders maupun potential candidates yang akan bergabung di IEG. Maka ada 5 values, plus 1 yaitu Agility. Ini penting sebagai upaya kita menyikapi perubahan dalam industri dan bisnis ini. Agility itu menurut saya dapat didefinisikan dalam tiga hal yaitu:

  1. Adaptive, Kemampuan beradaptasi dengan baik penting dan harus dimiliki setiap insan IEG.
  2. Resilient, Karena kita dituntut harus terus berubah, maka stamina dan endurance-nya pun harus tangguh.
  3. Innovative, Selalu berupaya mencari cara menghadapi tantangan. Kalau ombak tinggi atau rendah saya harus bagaimana? Kalau ombak dari samping, saya harus bagaimana?

Ketiga karakter ini harus dimiliki dalam diri setiap leader maupun saat kita menyaring orang-orang baru untuk bergabung dalam IEG. Untuk merealisasikan hal ini, terdapat elemen-elemen yang ikut menentukan diantaranya kebijakan talent management dan kriteria pemimpin yang kita perlukan.

Apa saja tantangan yang dhadapi untuk merealisasikan hal ini?

Tantangannya tentu bagaimana menanamkan kemampuan itu secara lebih terstruktur dan cepat. Kita mungkin terbiasa dengan pemikiran, “Dulu di awal, saya belajar sendiri. Maka anak buah saya juga harus belajar sendiri”. Tidak bisa seperti itu lagi. Oleh karena itu kita memperkenalkan bahwa di setiap leader atau potential leader harus punya coach. Ibarat atlet, walau ia sudah jago, ia tetap butuh pelatih. Pelatih ini akan kita coba carikan karakter dan kriterianya. Bahkan CEO pun harus tetap punya pelatih, sehingga CEO tersebut nantinya akan menjadi pelatih ke bawahnya. Begitu pun para direktur. Secara proses, pada awalnya kita akan memberikan materi pelatihan untuk para leaders. Kemudian mereka akan mempunyai executive coach. Inilah yang dinamakan executive coaching. Hal ini akan berjalan bersama-sama sehingga agile leaders dapat berkembang di aspek bisnis apa pun.

Apa yang harus disadari oleh para leaders dalam usaha transformasi perusahaan untuk menjadi agile?

Kita kadang-kadang kalau punya anak buah, enggan untuk mengajarkan mereka karena khawatir posisi kita diambil oleh mereka. Yang perlu diingat, leaders bukan soal orang yang berada di atas. Pemimpin itu beragam, disamping enterprise leaders sebagai orang nomor satu di organisasi, ada technical leaders yang sangat ahli dalam suatu fungsi. Kalau ada orang yang semacam ini, berarti harus kita kembangkan. Ada pula yang tipe deal maker yang mungkin saja bukan seorang business leader. Ada juga yang berjenis innovator yang menghasilkan hal-hal baru. Kalau bicara diversifikasi di Indika Energy, kita perlu dengan yang disebut industrial leaders untuk memenuhi tuntutan tersebut.

Jadi banyak sekali ragam leaders yang bisa kita kembangkan. Sehingga pemimpin tidak perlu khawatir untuk mengembangkan pemimpin yang baru. Karena semakin banyak kita mempunyai pemimpin, hidup ini akan menjadi lebih mudah karena kita semakin kuat. Sudah bukan masanya lagi seorang leader mengontrol segalanya. Ia harus mampu memperkuat tim untuk bisa bekerja secara mandiri, sehingga pemimpin bisa mengawasi dan melihat arahnya.

Bagaimana membentuk budaya agile dalam sebuah organisasi?

Budaya itu adalah sesuatu yang sudah terlihat. Tetapi sebelum budaya ini terbentuk, tentu harus dibuat values-nya terlebih dahulu, termasuk leadership values.

Ini yang harus ditanamkan ke masing-masing individu sehingga mereka paham perilaku apa saja yang diharapkan untuk dilakukan. Untuk di setiap potential leader, kita berikan pengembangan secara terstruktur melalui materi di kelas 10 persen dari waktunya kita berikan pelatihan, 20 persen kita tempelkan dia dengan coach yang profesional, selebihnya adalah on the job training yang mengarahkan dia untuk bisa berkembang, sehingga diharapkan mekanisme tadi sudah dapat terbangun di dalam dirinya. Maka nantinya secara organisasi menjadi budaya.

Ketangkasan kerap diidentikkan kepada sifat yang terdapat di generasi muda. Apakah ini akan berdampak pada output yang diharapkan?

Agility bukan soal usia, namun kemauan. Saya mau maju atau tidak? Saya mau berubah atau tidak? Sebagai perusahaan, kami mencoba memfasilitasi hal itudan memberikan tools-nya.

Tetapi kalau kemauannya tidak ada, terlepas dia muda atau lebih tua, tidak akan bisa tangkas. Pelari marathon saja ada yang usianya 80 tahun. Tentu kembali hal ini harus bisa dilaksanakan secara terstruktur dan bicara tentang development process-nya.

Perlu ada kapabilitas khusus lain utk merawat kegesitan para karyawan?

Setiap industri tentu punya definisi agility yang berbeda-beda karena environment dan persaingan akan berbeda di setiap industrinya. Tetapi setiap individunya harus memiliki 5 values Indika Energy dan agility tadi, dan ini nantinya yang akan bisa ditarik ke atas untuk menjadi leader. Di Petrosea yang sudah mulai dengan Industry 4.0, mungkin akan berbeda dengan MBSS, Tripatra, atau Interport. Tantangannya juga akan berbeda-beda tetapi leadership values-nya harus sama.

Dari sisi talent management approach, apa saja tantangan bagi perusahaan untuk menjadi agile?

Walau kita memiliki leadership maupun talent development program, tapi yang terpenting adalah orang-orang di dalam organisasi ini bisa merasa terlibat dan tetap bersatu di dalam organisasi. Kalau tidak, turnover bisa tinggi sehingga proses development tidak bisa berjalan. Kalau kita bisa pertahankan engagement di setiap perusahaan, maka proses leadership development bisa berjalan. Itu dari sisi internal, sementara secara eksternal juga karena Indika Energy melakukan diversifikasi, kita harus melihat juga talent di luar, atau individu yang sudah lebih dahulu ada di industri tersebut. Kita juga harus mampu menarik mereka sehingga nantinya komposisi Indika Energy Group leaders ini menjadi beragam dan pada akhirnya akan meningkatkan shareholders values.

Apa saja yang dilakukan untuk memastikan agility ada di setiap organisasi yang bernaung di IEG?

Kalau bicara Group, masing-masing perusahaan punya head of human capital. Mereka masing-masing tentu akan berusaha mendefinisikan agility sebagai development program di perusahaannya. Tentunya intensitas program ini untuk masing-masing level akan berbeda-beda, mulai dari staf, supervisor, manager, VP, hingga director. Tetapi setiap leader sepatutnya menyediakan waktu dan keluar dari rutinitas hariannya, untuk belajar hal yang baru. Bisa di dalam sebuah kelas, bersama pelatihnya, atau lewat job assignment-nya. Ini pun harus siap kalau berubah. Jadi tidak bisa kita serta-merta bilang sudah nyaman dengan finance, atau sudah comfortable dengan audit. Karena setiap orang berhak untuk diberikan kesempatan yang sama untuk belajar yang baru. Sehingga job rotation baik di dalam maupun antar subsidiaries akan ditingkatkan. Kalau kita amati, beberapa posisi senior itu sudah berpindah-pindah dari satu perusahaan ke lainnya. Harapan ke depannya agar hal tersebut juga dapat dilakukan untuk level-level di bawahnya.