Gesit dalam Hadapi Ombak Perubahan

oleh: Arsjad Rasjid, Direktur Utama PT. Indika Energy Tbk
Ibarat laut, kalau dulu mungkin lautnya lebih tenang. Sekarang, badai dan ombak tinggi bisa datang sewaktu-waktu, karenanya kita harus bisa mengantisipasi kedatangannya. “Layaknya atlet selancar, harus bisa mengantisipasi ombak yang naik-turun dan harus terus bisa menyeimbangkan diri sepanjang waktu sehingga tidak terjatuh, serta cepat bereaksi agar bisa terus mengikuti ombak itu,” ujar Direktur Utama Indika Energy, Arsjad Rasjid

 

Begitulah pengibaratan Arsjad, yang menggambarkan betapa agility menjadi sebuah kemampuan yang sangat diperlukan dalam mengatasi situasi yang terjadi. Sebuah pengibaratan situasi yang tentu tidak asing dalam industri yang digeluti Indika Energy Group (IEG), karenanya kemampuan ini menjadi keniscayaan bagi organisasi.

Apa pandangan anda tentang agility?

Agility (ketangkasan) adalah kemampuan untuk dapat menyesuaikan arah dengan cepat dan tepat. Ini merupakan cara kita untuk bisa beradaptasi terhadap situasi dan kondisi yang terjadi.

Agility menjadi penting karena perkembangan dunia berjalan dengan sangat cepat. Kita lihat saja situasi dan kondisi eksternal, seperti trade war antara China dan Amerika, lalu seorang presiden Amerika Serikat Donald Trump bisa setiap hari menulis tweet yang tentunya bisa mempengaruhi dinamika dalam negeri maupun global. Kejadian-kejadian lain di dunia ini kian saling terhubung dan berubah secara cepat. Kita bisa juga melihat harga komoditasseperti batubara yang naik turunnya tidak terduga.Sebuah kejadian di suatu daerah bisa terjadi dengan cepat di daerah lain. Faktor-faktor eksternal yang sangat dinamis ini membuat sebuah organisasi atau perusahaan harus mampu beradaptasi dan siap dengan keadaan apa pun, karenanya kita perlu agile.

Agility tentu lebih kepada sikap dan karakter personal yang ada di sebuah organisasi. Para leaders perusahaan harus bisa beradaptasi dengan semangat ini. Bahkan agility sekarang menjadi sebuah konsep perusahaan. Banyak perusahaan start up misalnya, dibangun sebagai agile organization. Agility memang berarti perubahan. Namun sebagai perusahaan, tentu kita tidak bisa begitu cepat melakukan perubahan seperti membalikkan telapak tangan. Harus ada proses yang dilakukan secara prudent. Di sisi lain, salah satu hal yang paling sulit dalam perusahaan itu adalah perubahan manusianya. Sudah menjadi kebiasaan, manusia akan sulit berubah jika telah berada di posisi yang nyaman. Sementara agility mensyarakatkan perubahan yang terus-menerus.

Bagaimana agility idealnya terimplementasi di IEG?

Kita harus menegaskan leadership traits yang ada di IEG, salah satunya agility. Ini harus menjadi bagian dari human capital development di IEG, menjadi bagian dari values performance of achievement.

Seberapa besar peranan leadership dalam implementasi hal ini?

Di setiap organisasi tentu memerlukan para leaders, yang bukan hanya berarti people on top, namun juga leadership values untuk menjadi pemimpin, baik itu dalam lingkup timatau dalam persoalan apa pun. Leadership sangat penting dalam management, karena semakin banyak leader yang bisa kita hasilkan, semakin baik sebuah organisasi. Tentu kita perlu mencermati skenario “hit by the bus”, siapa pun bisa tertabrak bus. Untuk itu siapa pun yang menggantikan seorang pemimpin, harus mempunyai kualitas yang menyerupai pemimpin sebelumnya. Kalau tidak, organisasi bisa bubar. Oleh karena itu kita terus menekankan kata leadership. Di setiap organisasi memang ada bagian human capital yang akan membantu mendefinisikan, mengembangkan sebuah proses, dan cara menjalankan agility. Tetapi harus diingat juga bahwa setiap leader, baik itu manajer, direktur, ataupun CEO, adalah bagian dari human capital. Jadi tidak bisa lagi kita mengatakan, “ini bukan urusan saya”. Kompetensi human capital harus ada di dalam diri setiap leader.

Belum lama ini Petrosea mendapat penghargaan dari World Economic Forum sebagai salah satu perusahaan percontohan Industry 4.0 di dunia. Petrosea dinilai dapat mengatasi tantangan dengan secara sigap memperbarui sistem dan mengaplikasikan teknologi mutakhir. Apakah ini berarti agility sudah mulai berjalan di rel yang benar di internal IEG ?

Agility juga berarti tangkas dalam mengantisipasi perubahan teknologi dalam industri, termasuk tren Industry4.0 yang juga cukup menantang.

Apa yang kita lakukan di Petrosea merupakan langkah awal kita dalam menerjemahkan agility dalam organisasi. Kalau kita bicara strategi bisnis IEG ke depan, salah satu yang harus kita perhatikan adalah disruptive innovation. Kita harus melihat usaha atau bisnis yang bisa mengubahnya menjadi substance. Kita harus ada di wilayah itu. Sehingga sebelum masuk ke Petrosea pun, ini memang sudah merupakan strategi awal kita mengantisipasi Industry 4.0. Kita amat bangga dengan apa yang sudah dilakukan Petrosea, bukan hanya berbuah baik dari aspek komersil, tetapi juga hasil kerja ini diapresiasi oleh dunia. Terlebih lagi penghargaan ini diberikan oleh organisasi yang terkenal di dunia. World Economic Forum juga mengatakan bahwa ini merupakan keberhasilan sebuah revolusi Industry 4.0. Tentu perjalanan masih panjang panjang untuk perubahan organisasi secara keseluruhan, namun setidaknya ini merupakan start yang baik.

Menyikapi disruptive innovation ini, langkah apa yang dilakukan Indika Energy Group?

Kita menyiapkan dua organisasi di dalam tubuh IEG untuk mengantisipasi disruptive innovation. Itulah alasan hadirnya Indika Digital Teknologi sebagai sebuah perusahaan holding kita yang baru. Dari segi strategi, kita yang awalnya punya divisi ICT, diubah menjadi sebuah perusahaan. Dari cost center menjadi profit center. Namun sebetulnya lebih dari itu, ini adalah dimulainya sebuah organisasi yang mempunyai pondasi sebagai perusahaan komputerisasi. Maka PT Xapiens Teknologi Indonesia (Xapiens) pun hadir. Kita menyadari perubahan yang terjadi saat ini banyak yang didorong dari wilayah teknologi, maka kita harus mulai membangun pondasi itu.

Yang kedua, selain mengembangkan hal-hal seperti software atau infrastruktur, kita juga mencoba melihat secara lebih luas lagi, yaitu data analytics. Untuk menuju ke sana, tentu kita harus bisa menganalisa data dari internal grup kita terlebih dahulu. Karenanya kita bekerjasama dengan McKinsey mengembangkan perusahaan ZebraX, yang diharapkan dapat mengolah data dan memberikan solusi yang lebih baik, atau jika bicara industri, memberikan solusi efisiensi yang lebih baik. Namun sebelum kita menawarkan solusi kepada pihak eksternal, tentunya kita harus yakin dulu dengan solusi yang kita buat tersebut. Karenanya Kita tawarkan kepada seluruh perusahaan yang ada dalam Group untuk mencobanya. Petrosea kebetulan menjadi pihak pertama yang mengajukan diri untuk mencoba, dengan yang sering disebut sebagai solusi digital technology 4.0. Maka demikian terciptalah kolaborasi antara Petrosea, McKinsey, ZebraX, dan Xapiens.

Salah satu hal penting dalam penerapan hal ini adalah change management. Secanggih apa pun teknologi yang digunakan, jika manusianya tidak mau berubah, maka akan sia-sia.

Saat itu Petrosea mengaplikasikannya di proyek Tabang. Kita bersyukur kerjasama antara seluruh pihak terkait berjalan dengan baik, sehingga penerapan beragam solusi teknologi termasuk data analytics, disertai dorongan yang kuat dari leadership dan seluruh elemen di sana untuk melakukan perubahan, akhirnya membuahkan hasil positif. Jadi terbukti, penggunaan teknologi dan perubahan organisasi bisa menghasilkan kinerja yang lebih optimal. Sekali lagi bukan semata-mata teknologi saja, tetapi manusianya juga mau berubah. Inilah agile. Petrosea saat ini juga sudah mulai memproyeksikan kolaborasi ini di site-site yang lain. Dengan kecenderungan ini, berarti organisasi secara menyeluruh juga sudah harus bicara agile organization. Struktur organisasinya mungkin harus ada yang diubah. Ini tentu langkah yang besar bagi organisasi kita. karena DNA di setiap organisasi tentu berbeda-beda.

Pesan Anda sehingga agility bisa terus tertanam di hati setiap insan INDY Fellas?

Agility sebagai sebuah value yang harus dimiliki setiap insan di IEG, juga akan tetap terjaga kalau kita menjaga prinsip lainnya, yang saya namakan prinsip ASA: Authenticity, Spirituality, dan Agility itu sendiri. Authenticity lebih tepatnya authentic leadership. Bagi saya, kita harus memimpin dengan hati, jujur dengan diri sendiri. Sebelum kita bisa memimpin orang lain, kita harus dapat memimpin diri sendiri dulu. Kita tidak boleh dusta dengan diri kita. untuk itu jadilah pemimpin yang autentik.

Sementara Spirituality, karena kita semua umat beragama sehingga tentu sudah belajar tentang konteks nilai-nilai kehidupan. Mana yang baik mana yang tidak. Tentu ini berdampak pada integritas diri, yang juga menjadi salah satu values di IEG. Dalam konteks ini, kita juga berbicara tentang values yang lain seperti unity in diversity, teamwork, achievement, dan social responsibility.

Terakhir adalah Agility. Maka harapan saya, para pemimpin di IEG adalah orang-orang yang bisa memimpin dengan hati dan mengamalkan kelima values IEG, serta agile. ASA sendiri dalam Bahasa Indonesia berarti “harapan”. Untuk itu leaders harus bisa memberikan harapan kepada subordinatnya. Sebagai pemimpin kita harus memberikan energi dan pandangan positif, bahwa di dalam setiap kesulitan apa pun, akan selalu harapan sehingga subordinat-nya juga tetap mempunyai energi yang sama. Terkadang, menjadi pemimpin itu juga akan kesepian, sehingga harus juga memberikan harapan dan energi positif kepada diri sendiri. Ini tentu tidak mudah. Dunia ini memang tidak sempurna, namun kita harus bisa dan mampu mendekati kesempurnaan itu. Mempunyai ASA tentu menjadi sebuah proses yang akan terjadi terus-menerus. Untuk itu kita harus konsisten dan tidak boleh cepat menyerah.