Satu Bumi untuk Masa Depan

Tantangan dunia dan tindakan nyata Indika Energy dalam menjaga ketersediaan air untuk masa depan.

Dunia baru saja memperingati Hari Lingkungan Hidup pada 5 Juni lalu dengan  tema “Only One Earth” (Living Sustainably in Harmony with Nature). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengadopsi tema ini dengan tajuk “Satu Bumi untuk Masa Depan.”

Keberlanjutan masa depan bumi menjadi penentu masa depan manusia. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan, saat ini bumi menghadapi tiga masalah utama, yaitu iklim yang meningkat dengan sangat cepat sehingga menantang manusia dan alam untuk beradaptasi. Kedua, hilangnya habitat alami sehingga sekitar satu juta spesies dunia terancam punah. Ketiga, polusi yang terus meracuni udara, tanah dan air. “Jalan keluar dari hal ini adalah mengubah ekonomi dan masyarakat kita menjadi inklusif, adil, dan lebih terhubung dengan alam. Kita harus beralih dari merusak bumi menjadi memperbaikinya,” tulis PBB di laman resminya.

Peningkatan iklim, hilangnya habitat alami serta polusi udara, tanah dan air menjadi tiga masalah utama bumi.

“Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2022, perlu menjadi momentum meningkatkan kepedulian untuk terus memperbaiki perilaku adil terhadap lingkungan dengan berbagai perkembangan yang telah dihasilkan dari kebijakan aspek pembangunan lingkungan hidup dan tata kelola sumber daya alam di Indonesia,” tutur Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rilis resminya.

Berbagai langkah korektif untuk menjaga lingkungan hidup menurut Siti terus dilakukan pemerintah, mulai dari alokasi pemanfaatan hutan sosial 12,7 juta Ha serta pencadangan kawasan untuk tanah objek reforma agraria 4,1 juta Ha, moratorium permanen hutan alam primer dan gambut, restorasi perbaikan tata air gambut, rehabilitasi DAS dan mangrove, pengelolaan hutan lestari dan pengembangan multi-usaha kehutanan. 

Masa Depan Air

Dari berbagai tantangan lingkungan hidup, menjaga masa depan air bumi  juga menjadi isu krusial. Meski sebagian besar bumi adalah air, namun lebih dari 97 persen adalah air asin. Air tawar menyumbang sisanya, sebagian dari itu membeku di gletser, sehingga menyisakan kurang dari 1 persen air dunia yang tersedia untuk mendukung proses kehidupan makhluk hidup. 

Dalam perspektif lain, Deloitte dalam laporan Sustainable Development Goals A business perspective menyebutkan bahwa salah satu Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu SDG 6 adalah Air Bersih dan Sanitasi. SDG 6 menyatakan akses ke sanitasi air yang aman dan pengelolaan ekosistem air tawar yang baik, penting untuk kesehatan manusia dan keberlanjutan lingkungan dan kemakmuran ekonomi. Lebih dari 2 miliar orang saat ini tinggal di daerah yang didefinisikan mengalami kekurangan air, dan diperkirakan akan meningkat menjadi kelangkaan air.

Laporan McKinsey Global Institute baru-baru ini, Climate risk and response: Physical hazards and socioeconomic impacts, mencatat bahwa banyak kawasan cekungan dunia dapat mengalami penurunan pasokan air sekitar 10% pada tahun 2030 dan hingga 25% pada tahun 2050. Pada tahun 2050, menurut perkiraan PBB, satu dari empat orang mungkin tinggal di negara yang mengalami kekurangan air bersih yang kronis.

Sementara menurut artikel lainnya dari McKinsey, Water: A human and business priority, setiap tahun, manusia menggunakan 4,3 triliun m3 air tawar dari planet ini untuk keperluan pertanian (yang menyumbang 70% dari konsumsi air), industri (19%), dan rumah tangga (11%). Persentase penggunaannya sangat bervariasi di seluruh dunia. Di Amerika Serikat misalnya, penggunaan untuk industri (37%) hampir setinggi pertanian (40 %). Namun di India, pertanian mengambil 90% pengambilan air, sementara hanya 2% untuk industri. Sedangkan China adalah 65% pertanian, 22% industri, dan 13% untuk keperluan rumah tangga. 

Laporan Charting Our Water Future: Economic Frameworks to Inform Decision-Making yang dikeluarkan McKinsey menyatakan bahwa pada tahun 2030, dengan skenario pertumbuhan ekonomi rata-rata dan asumsi jika tidak ada peningkatan efisiensi, kebutuhan air global akan tumbuh dari 4.500 miliar m3 saat ini menjadi 6.900 miliar m3. Perkiraan kebutuhan itu berada di 40% di atas pasokan yang dapat diakses saat ini (termasuk pertimbangan bahwa sebagian pasokan air harus dicadangkan untuk persyaratan lingkungan). Dimana sektor industri menyumbang 16% dari permintaan global saat ini, dan diproyeksikan menjadi 22% pada tahun 2030. 

Kondisi ini tentu disikapi banyak negara dengan menerapkan berbagai kebijakan dan inovasi untuk mencegah kelangkaan air. Menurut Harvard Business Review dalam How the UEA’s Water Innovations Are Helping to Build a More Sustainable Future, Uni Emirat Arab misalnya berinovasi dengan air untuk mengembangkan pertanian, desalinasi (proses untuk menghilangkan kadar garam berlebih yang terkandung di dalam air), dan manufaktur berkelanjutan. Beberapa strategi inovatif dilakukan termasuk menyempurnakan penyemaian awan untuk membuat hujan turun di tempat yang dibutuhkan orang. UEA juga membangun Smart Acres, pertanian hidroponik dalam ruangan vertikal yang menumbuhkan 13 siklus selada setahun dan menggunakan 90% lebih sedikit air daripada yang dibutuhkan pertanian tradisional. 

Perusahaan perlu mengidentifikasi dan memetakan dengan jelas penggunaan air dalam kegiatan operasionalnya.

Sektor bisnis juga perlu memainkan peranan penting. The 2030 Water Resources Group lewat McKinsey menyatakan, “business-as-usual” tidak akan cukup untuk menutup kesenjangan air, perlu langkah-langkah efisiensi dalam kegiatan operasional yang dapat menghasilkan peningkatan ketersediaan air bersih, sehingga juga berdampak pada penghematan biaya.

Perusahaan, menurut Deloitte, dapat memegang peranan penting dalam penggunaan dan pasokan air. Ada dua hal. Pertama, perusahaan perlu mengidentifikasi penggunaan air di dalam bisnis mereka, baik sebagai kebutuhan proses utama dan pendukung. Kedua, penting untuk memetakan dengan jelas penggunaan air dan akses ke sanitasi bersih bagi karyawan di lingkungan rantai pasokan, serta mengidentifikasi rentang kontrol dalam rantai pasokan itu. 

Hal ini bisa berkontribusi pada penentuan dampak terbesar yang dapat dibuat. Tindakan konkret dapat dilakukan bervariasi, dari bermitra dengan pemasok lokal untuk mengubah strategi sumber air, desain proses produksi, bahkan mengubah model bisnis sehingga penggunaan atau polusi air secara drastis berkurang.

Komitmen Indika Energy pada masa depan air 

Sebagai perusahaan Indonesia, Indika Energy memiliki tanggung jawab untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan. Indika Energy menyadari, bahwa kegiatan operasional mungkin memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Indika Energy juga berkomitmen menjalankan operasional dan berupaya meminimalkan dampaknya terhadap lingkungan, sejalan dengan Prinsip 7, 8, dan 9 dari UN Global Compact. Indika Energy juga mengembangkan kebijakan perusahaan termasuk kebijakan pengelolaan air.

Indika Energy menggunakan air bersumber dari air tanah, air permukaan, air laut dan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), serta air daur ulang dalam operasi dan pendukung kegiatan. Indika Energy memastikan bahwa pengelolaan air dilakukan secara bertanggung jawab untuk perlindungan jangka panjang ekosistem dan komunitas tempat beroperasi. Anak usaha seperti Kideco misalnya telah menerapkan berbagai program efisiensi air, mulai dari pengaspalan jalan untuk mengurangi penggunaan semprotan air, penggunaan kembali air di tempat cuci hingga pemasangan nosel sensor otomatis di unit fasilitas cuci. Indika Energy Group juga melakukan berbagai solusi seperti mendaur ulang air bekas, menampung air hujan, sekaligus memantau dengan cermat proses penggunaan, perawatan, dan pembuangan, untuk memastikan bahwa air kembali ke dalam ekosistem dalam keadaan bersih.  

Untuk memonitor hal ini, Indika Energy menghitung baseline, menetapkan target jangka menengah dan melaporkan penggunaan air setiap triwulan. Proses pengolahan air juga dipantau sesuai dengan peraturan dari PERMEN LHK dan Peraturan Daerah. 

Bersama Kodam IX/Udayana, Indika Energy melakukan program pemerataan akses air bersih seperti di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang membantu lebih dari 10.500 orang mendapatkan akses air bersih.

Selain semakin efisien menggunakan air dalam kegiatan operasional, Indika Energy juga melakukan beberapa program untuk meningkatkan pemerataan akses air bersih. Provinsi Nusa Tenggara Timur misalnya, secara historis merupakan salah satu yang terkering di Indonesia, dan dalam beberapa tahun terakhir masalah ini diperparah dengan kekeringan yang berkepanjangan. Krisis air disana membuat masyarakat harus berjalan kaki beberapa kilometer untuk mengambil air bersih, atau menunggu truk tangki membawa pasokan yang terbatas. Bekerja sama dengan Kodam IX/Udayana, Indika Energy membantu mengatasi kekurangan air bersih di provinsi tersebut. Setelah melakukan studi, 16 lokasi utama sumur dapat dibangun. Indika Energy juga membantu mengembangkan infrastruktur pendukung, termasuk fasilitas pemandian umum dan bak air. Upaya ini telah membantu lebih dari 10.500 orang dari 1.674 rumah tangga mendapatkan akses air bersih.