Renewable Energy Outlook 2022: Meneropong Peluang dan Tantangan Energi Terbarukan

Sejumlah sektor energi terbarukan seperti tenaga surya diperkirakan akan tumbuh signifikan di tahun 2022.

Tahun 2022 memiliki prospek yang cukup cerah bagi sektor energi baik pertumbuhan, penurunan risiko, dan tren. Menurut lembaga riset milik The Economist, konsumsi energi global akan meningkat sebesar 2,2% pada tahun 2022 karena ekonomi mulai pulih dari dampak pandemi.

Semua jenis energi, selain tenaga nuklir, akan mendapat keuntungan. Bahkan konsumsi batu bara, yang sempat merosot sebelum dimulainya pandemi, akan tumbuh di tahun ini. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa sambil berupaya memulihkan bisnis dari dampak pandemi, perusahaan juga perlu mempercepat upaya pengurangan emisi.

Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, harga diperkirakan akan lebih tinggi karena permintaan pasar yang kuat. Namun perusahaan-perusahaan energi perlu melihat ulang strategi yang sudah dibangun untuk tahun 2022, karena pemerintah berbagai negara berusaha memenuhi komitmen mereka dalam COP26, terutama bagi perusahaan-perusahaan batubara, yang akan semakin sulit mendapat dukungan finansial.

Hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian pada tahun 2022 antara lain, pertama Amerika Serikat akan menyetujui undang-undang anggaran dan infrastruktur, yang berisi program untuk memodernisasi sistem energi negara dan memerangi perubahan iklim. Kedua, Rusia mengharapkan pipa Nord Stream 2 mulai beroperasi pada tahun 2022 setelah mendapatkan persetujuan yang diperlukan dari Jerman dan Uni Eropa. Pipa itu akan menghubungkan Rusia melalui laut Baltik ke Jerman, yang sudah mendapat 35% gas alamnya dari Rusia. 

Ketiga, divestasi batubara akan semakin cepat. Bank Investasi Eropa (EIB) telah mengatakan bahwa mereka akan berhenti berinvestasi dalam proyek batubara mulai tahun 2022, serta sebagian besar proyek minyak. Sementara yang keempat, terkait kemungkinan gagalnya India dalam mencapai target energi terbarukan.

Indika Energy Group juga mulai menggunakan panel-panel surya di area operasionalnya serta melakukan inisiatif lainnya dalam upaya mengurangi emisi.

Pada tahun 2022, pertumbuhan energi terbarukan siap untuk dipercepat, karena kepedulian terhadap perubahan iklim dan dukungan untuk lingkungan, keberlanjutan, dan tata kelola (ESG) terus tumbuh, dan permintaan akan sumber energi yang lebih bersih pun juga terus meningkat.

Industri penyimpanan mekanis dan baterai juga diperkirakan akan tumbuh dan berkembang pada tahun 2022, yang menawarkan opsi penyimpanan energi jangka panjang dan mendukung pengembangan jaringan energi bersih. Teknologi penyimpanan listrik yang bisa diintegrasikan ke jaringan listrik yang telah ada juga akan terus berkembang. Berbagai perusahaan melakukan investasi dalam jumlah cukup besar untuk menemukan teknologi terbaru. Pada bulan Agustus 2021 saja misalnya, sekitar $650 juta telah diinvestasikan oleh berbagai perusahaan swasta untuk mengeksplorasi teknologi tersebut.

Pengembangan transmisi, yang merupakan kunci untuk menghubungkan kapasitas energi terbarukan yang seringkali berlokasi jauh dari pusat-pusat konsumsi listrik, diharapkan menjadi bagian penting dari agenda industri energi terbarukan pada tahun 2022.

Pada tahun 2021, industri tenaga surya sempat berada di bawah tekanan, dan untuk pertama kalinya dalam kurun waktu tujuh tahun mengalami kekurangan pasokan komponen (semikonduktor, modul), bahan baku (polisikon, komoditas), dan tenaga kerja, serta mengalami peningkatan biaya pengiriman karena ketegangan perdagangan AS-China. Kejadian-kejadian tersebut diperkirakan akan memicu pelaku industri energi terbarukan mengembangkan rantai pasokan pada tahun 2022.

Potensi energi terbarukan di Indonesia

Sementara itu di Indonesia, energi terbarukan juga mendapat perhatian serius dari pemerintah. Presiden Joko Widodo akan merilis Peraturan Presiden (Perpres) tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) pada 2022. Regulasi tersebut nantinya akan berada di bawah mandat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurut Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Ketenagalistrikan, Sripeni Inten Cahyani, pemerintah sudah menyelesaikan rancangannya dan akan dikeluarkan di tahun 2022.

Tahun 2022 menjanjikan prospek yang lebih baik untuk transisi energi di Indonesia dengan komitmen pemerintah yang lebih kuat untuk aksi iklim dan transisi energi. Kebijakan utama seperti target netral karbon, moratorium PLTU, dan implementasi penetapan harga membawa optimisme positif untuk transisi energi di tahun-tahun mendatang.

Pengembangan energi terbarukan di Indonesia pada tahun 2021 sendiri terhitung masih lambat, dengan kapasitas terpasang hanya meningkat sebesar 386 MW pada Q3/2021, jauh di bawah yang dibutuhkan untuk mencapai target 23%. Pembangkit listrik tenaga air, panas bumi, bioenergi, dan solar PV menyumbang peningkatan masing-masing sebesar 291 MW, 55 MW, 19 MW, dan 21 MW.

Sementara itu, tahun lalu PV (Photovoltaic) surya atap mencapai pertumbuhan tahunan tertinggi di sekitar 17,9 MW. Sebaliknya, PLTU mengalami pertumbuhan terendah selama 5 tahun terakhir sekitar 308 MW. Namun, batubara masih mendominasi pembangkit listrik dengan menyumbang sekitar 66% dari total pembangkit listrik. Sedangkan energi terbarukan hanya berkontribusi sekitar 13%.

Tahun 2022 menjanjikan prospek yang lebih baik untuk transisi energi di Indonesia dengan komitmen pemerintah yang lebih kuat untuk aksi iklim dan transisi energi.

PV surya atap diproyeksikan mencapai sekitar 500 MW tahun 2022. Selain itu, juga diharapkan ada proyek transisi energi yang digulirkan di berbagai lokasi yang menjadi tuan rumah pertemuan G20 tahun depan. Proyek-proyek ini termasuk, misalnya, instalasi energi terbarukan dan penyebaran kendaraan listrik.

Menurut lembaga Institute for Essential Services Reform (IESR), PLTS terapung sedang dalam tren meningkat dengan tiga proyek baru yang diumumkan lebih dari 2,5 GWp: PLTS terapung 40 MWp di reservoir Nadra Krenceng dan dua proyek PLTS terapung dengan total 2,5 GWp di Pulau Batam. Proyek Batam menjadi landmark pasar tenaga surya Indonesia karena menjadi proyek pertama ekspor tenaga surya dari Indonesia ke Singapura, membuka pasar baru bagi investor energi terbarukan (solar) di Indonesia.

Dari sisi investasi, energi terbarukan melanjutkan tren investasi yang rendah dengan hanya menerima investasi sebesar USD 1,1 miliar pada Q3/2021, yang merupakan 30% dari total investasi di sektor ketenagalistrikan tahun ini. Pada periode yang sama, pembangkit listrik tenaga fosil menerima total investasi sebesar USD 2,5 miliar di dalam negeri.

Sebuah terobosan besar datang dari sektor ketenagalistrikan dengan bergabungnya Indonesia dengan Filipina dan Vietnam dalam Energy Transition Mechanism (ETM) ADB. ETM akan membantu ketiga negara ini menghentikan ketergantungan mereka yang besar pada batu bara dengan menghentikan CFPP lebih awal.

Di sektor transportasi, adopsi kendaraan roda dua listrik diharapkan lebih banyak dari layanan ride-hailing saat mereka mulai menjalin kemitraan dan berinvestasi pada produsen kendaraan roda dua listrik. Dari inisiatif tersebut saja, diperkirakan akan ada penambahan 25 ribu sepeda motor listrik di jalan tahun depan.

Indika Energy dan pengembangan energi terbarukan 

Indika Energy telah mengambil sejumlah langkah strategis terkait peluang energi terbarukan, salah satunya dengan mendirikan perusahaan tenaga surya terintegrasi Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS), bekerja sama dengan pengembang tenaga surya terkemuka dari India, Fourth Partner Energy (4PEL).

Tahun lalu, melalui EMITS, Indika Energy Group menandatangani nota kesepahaman bersama Enertec Mitra Solusi (ENERTEC) dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) untuk kerjasama di bidang pengembangan EBT.

Kemitraan dilakukan melalui pemasangan solar PV dalam mewujudkan pelabuhan bebas Sabang menjadi green port, yang merupakan konsep pengembangan pelabuhan berkelanjutan. Pemasangan solar PV ini juga mengintegrasikan aspek kelestarian lingkungan, konservasi energi, pemberdayaan masyarakat, dan aspek ekonomi dari pelabuhan itu sendiri.

Indika Energy juga telah masuk ke sektor kendaraan listrik dengan mendirikan perusahaan bernama PT Electra Mobilitas Indonesia (EMI) pada awal April tahun lalu. Pendirian EMI merupakan bentuk komitmen dalam mendukung ekosistem kendaraan listrik di Indonesia yang sejalan dengan pengembangan EBT.

Indika Energy Group juga mulai menggunakan panel-panel surya di area operasionalnya serta melakukan inisiatif lainnya dalam upaya mengurangi emisi termasuk melalui penggantian bus operasional karyawan di Kideco dengan bus listrik.

Tahun 2022 merupakan tahun kritis untuk transisi energi, sehingga kesuksesan tahun ini akan menjadi penentu keberhasilan dalam pencapaian komitmen netral karbon pada tahun 2050. Semua stakeholders, baik pemerintah maupun swasta perlu melakukan upaya terbaik untuk mewujudkan energi bersih yang berkelanjutan, yang pada akhirnya membawa kita lebih dekat menuju tercapainya kondisi netral karbon.