Meneropong Tren Energi 2021

Tahun 2020 meninggalkan banyak catatan di sektor industri. Perlu strategi dan langkah inovatif untuk mengarungi 2021.

Pandemi berdampak hebat. Dampak pembatasan perjalanan dan pengurangan transportasi jalan raya menurut laporan McKinsey misalnya, mengurangi konsumsi bahan bakar bensin dan solar sebesar 15% – 20% dan bahan bakar mesin jet sebesar 30% – 50%. Di sektor ketenagalistrikan, konsumsi listrik rumah tangga domestik meningkat, namun penurunan yang lebih besar terjadi pada konsumsi listrik industri dan komersial. Secara total, permintaan energi turun sekitar 7% pada tahun 2020, sementara Product Domestik Bruto (PDB) menyusut sebanyak 1% – 4%.

Terlepas dari tantangan jangka pendek tersebut, pertumbuhan fundamental jangka panjang pasar energi Indonesia menurut McKinsey akan tetap kuat, yang didorong oleh proyeksi pertumbuhan PDB jangka panjang yang sehat, populasi yang muda, dan keinginan untuk mengurangi impor dan defisit dari transaksi berjalan. Menurut perkiraan McKinsey, penurunan permintaan energi jangka pendek yang disebabkan oleh pandemi diperkirakan akan pulih pada tahun 2022.

Pandemi juga mempengaruhi keuntungan perusahaan di sektor energi. Pertamina dan PLN masing-masing melaporkan kerugian US$ 768 juta dan hampir tidak ada laba bersih pada paruh pertama 2020. Perusahaan energi dunia dan domestik menghadapi salah satu tantangan terbesar dalam beberapa dekade terakhir.

Tentu perlu ada perubahan transformatif dengan segera untuk membuka jalan yang lebih baik di masa depan. Sebagai pemimpin global di akhir abad ke-20, sektor energi Indonesia tentu kini tengah menghadapi berbagai tantangan dalam mempertahankan statusnya. Dalam penilaian tahun 2020, World Economic Forum menempatkan Indonesia di peringkat ke-91 di antara 115 negara dalam kesiapan transisi energi dan ke-58 dalam kinerja sistem energi, yang disebut “berpotensi mendapat tantangan.”

Selain produksi minyak dan gas alam yang turun 20% dari 2010 hingga 2019, sektor energi negara lain yang menggambarkan tantangan ini adalah Indonesia tertinggal dalam pengembangan energi terbarukan. Hanya 12% listrik di Nusantara berasal dari energi terbarukan. Sebagai perbandingan, lebih dari 20% listrik di Filipina berasal dari energi terbarukan. Padahal energi terbarukan diprediksi menjadi sumber utama listrik di masa depan. Pada tahun 2035, lebih dari separuh pasokan listrik dunia diharapkan dihasilkan dari sumber terbarukan.

Energi terbarukan diprediksi menjadi sumber utama listrik di masa depan. Pada tahun 2035, lebih dari separuh pasokan listrik dunia diharapkan dihasilkan dari sumber terbarukan.

Pada aspek lain, revitalisasi sektor energi Indonesia setelah pandemi akan membutuhkan langkah berani, keputusan strategis, dan investasi yang signifikan. Pelaku industri perlu menata ulang dan mereformasi untuk mengatasi tantangan jangka pendek dan jangka panjang. McKinsey lantas menyebutkan 10 gagasan untuk membangkitkan sektor energi Indonesia dan memberikan nilai yang besar bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi negara.

  1. Reformasi subsidi energi

Subsidi bahan bakar di Indonesia menguras kas publik yang dapat memberikan dampak ekonomi jangka panjang. Harga bahan bakar saat ini yang lebih rendah daripada beberapa dekade terakhir, memberikan kesempatan optimal bagi pemerintah untuk merestrukturisasi program subsidi dan memberikan manfaat di tempat yang paling membutuhkan.

  1. Revitalisasi investasi dalam aspek eksplorasi dan pengembangan

Selama dua dekade terakhir, produksi minyak di Indonesia turun lebih dari 40 persen. Dampaknya signifikan: impor produk minyak bumi meningkat. Meski sudah ada beberapa proyek perluasan dalam satu dekade terakhir seperti di Banyu Urip, Donggi-Senoro, Jangkrik, dan Tangguh, namun belum cukup untuk mengimbangi penurunan produksi.

Di luar dampak COVID-19, tren global telah membuat harga minyak dan gas alam tetap rendah. Harga rendah yang berlanjut tidak hanya akan membebani keputusan investasi untuk Indonesia tetapi juga meningkatkan persaingan untuk mendapatkan investasi yang lebih menarik secara ekonomi.

Untuk merevitalisasi investasi eksplorasi dan pengembangan minyak dan gas alam, Indonesia perlu mengambil beberapa langkah penting:

    • Merancang skema insentif dengan target investasi eksplorasi
    • Melakukan tinjauan komprehensif terhadap proyek-proyek pembangunan yang sedang berjalan, untuk mempercepat kemajuan dan memenuhi kebutuhan investor dan pemerintah
    • Menyederhanakan proses persetujuan di daerah untuk mempercepat implementasi proyek
  1. Peraturan untuk memperlancar penyerahan kontrak yang telah berakhir

Beberapa blok utama Indonesia yang telah berganti operator dalam lima tahun terakhir seperti Mahakam, Sanga-Sanga, dan Sumatra Tenggara, mengalami penurunan produksi yang signifikan setelah pengalihan tersebut. Penurunan dikaitkan dengan infrastruktur yang menua dan sumber daya yang menipis.

Peraturan yang lebih mendukung dan perencanaan yang lebih baik untuk penyerahan akan mengurangi dampak. Regulator dapat mulai merencanakan investasi empat hingga lima tahun sebelum Kontrak Bagi Hasil (KBH) berakhir. Peraturan mencakup langkah-langkah untuk memudahkan pemulihan biaya ketika operator berubah.

Revitalisasi sektor energi Indonesia setelah pandemi akan membutuhkan langkah berani, keputusan strategis, dan investasi yang signifikan.

  1. Menambah nilai melalui digitalisasi

Poin ini cukup relevan bagi Indika Energy. Secara global, sektor energi lebih lambat daripada sektor lain dalam mengaplikasikan teknologi modern seperti analitik yang canggih, Internet of Things, otomatisasi, dan aplikasi seluler. Untuk mengejar ketertinggalan, BHP, Chevron, Saudi Aramco, telah banyak berinvestasi dalam teknologi digital dan menikmati keuntungan yang signifikan.

Pandemi telah mempercepat digitalisasi energi karena perusahaan menyesuaikan diri dengan peningkatan aktivitas online. Di Indonesia, perusahaan juga telah menyadari potensi teknologi digital.  Namun, beberapa kendala juga hadir dalam penerapan langkah-langkah digital. Salah satunya adalah konektivitas internet yang rendah dan kesadaran yang terbatas akan ekosistem digital.

Perusahaan dapat memperkenalkan langkah-langkah berikut untuk membantu mengatasi rintangan ini:

    • Mengembangkan rencana terperinci yang berfokus pada penciptaan nilai
    • Membentuk dana digital untuk membiayai kasus penggunaan digitalisasi tertentu
    • Menerapkan strategi dan mengembangkan SDM digital
    • Menyiapkan platform data dan arsitektur teknologi untuk mendukung peluncuran kasus penggunaan digital dan inovatif
  1. Mendorong kinerja sambil memastikan pengawasan untuk sektor tenaga listrik

Dengan pertumbuhan permintaan yang menurun dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memiliki peluang untuk memprioritaskan keandalan, efisiensi, dan keberlanjutan sektor kelistrikan. Keamanan pasokan dapat ditingkatkan, misalnya, melalui investasi dalam kapasitas fleksibel seperti baterai, peningkatan jaringan, hingga otomatisasi untuk manajemen beban waktu nyata. Teknologi digital dan sistem jaringan pintar juga dapat meningkatkan efisiensi jaringan dengan menyediakan pemeliharaan prediktif, inspeksi infrastruktur berbasis drone, dan operasi pembangkit listrik yang dioptimalkan. 

  1. Optimalisasi pasar gas alam cair LNG dan mengembangkan kemampuan perdagangan

Permintaan gas alam di Indonesia mencapai titik tertinggi bahkan sebelum pandemi, karena sektor inti seperti listrik dan industri menghadapi hambatan ekonomi. Di sisi lain, pasokan dari ladang gas alam yang ada di Indonesia diperkirakan akan turun sekitar 3% pada tahun 2035. Industri gas alam Indonesia akan mendapatkan keuntungan dari upaya menargetkan pasokan dan permintaan. Namun, perlu upaya untuk memastikan industri memiliki lingkungan peraturan yang stabil yang menarik investor dengan mendukung pengembalian yang dapat diprediksi dan berkelanjutan di seluruh rantai nilai.

  1. Pembangunan infrastruktur minyak dan gas

Proyeksi peningkatan permintaan minyak dalam negeri dalam jangka panjang akan terus menekan sistem energi negara. Sebelum pandemi, ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar meningkat meskipun sumber energi terbarukan dan kendaraan listrik mulai berkembang. Proyeksi pra-pandemi yang sama memperkirakan bahwa permintaan bahan bakar diesel di Indonesia dapat tumbuh sekitar 0,75% per tahun hingga tahun 2030, dengan penggunaan lebih dari 421.000 barel per hari, dan bahwa permintaan bensin dapat tumbuh sekitar 2%per tahun, membawa manfaat bagi sekitar 780.000 barel per hari. Meskipun krisis COVID-19 telah menyebabkan penurunan permintaan minyak pada tahun 2020, seharusnya dampak jangka panjangnya terbatas pada pertumbuhan fundamental permintaan energi di Indonesia.

  1. Insentif untuk kendaraan listrik

Indonesia tidak bisa mengabaikan kendaraan listrik. Kendaraan listrik roda dua dan empat membuat terobosan di seluruh dunia, sementara di banyak negara semakin banyak berdiri stasiun pengisian dan peningkatan infrastruktur untuk mendukung kendaraan listrik. Di Indonesia, kendaraan listrik tidak hanya baik untuk lingkungan tetapi juga akan membantu mengurangi ketergantungan negara pada minyak. Perkiraan McKinsey menunjukkan bahwa impor minyak dapat dipotong sebesar US$100 juta setahun untuk setiap satu juta mobil listrik di jalan raya di Indonesia.

  1. Mengembangkan kemampuan dan bakat lokal

Dunia pasca pandemi akan penuh dengan aplikasi digital. Indonesia akan membutuhkan teknologi baru dan teknisi untuk mempertahankan produksi dari lapangan yang sudah matang. Sayangnya, saat ini Indonesia hanya memiliki sedikit pusat litbang kelas dunia untuk mengeksplorasi potensi teknologi modern, dan terlalu sedikit lulusan universitas yang siap menjadi profesional industri energi. Sementara beberapa perusahaan Indonesia yang mulai menggunakan teknologi digital untuk proses inovatif, misalnya di pertambangan, masih tertinggal dari standar global.

Jika dikembangkan sepenuhnya, energi terbarukan di Indonesia dapat memiliki kapasitas total lebih dari 400 gigawatt. Ini lebih dari cukup untuk memenuhi permintaan Indonesia di masa depan.

  1. Optimalkan energi terbarukan

Percepatan pengembangan energi terbarukan telah menjadi ciri khas strategi energi banyak negara. Pada 2019, Selandia Baru dan Inggris berjanji untuk menjadi netral karbon pada tahun 2050. Indonesia juga dapat mengambil langkah agresif untuk mengembangkan ketahanan dan keberlanjutan energi menggunakan teknologi terbarukan.

Saat ini, pembangkit listrik tenaga batubara menghasilkan sekitar 60% energi negara, dan pembangkit gas alam berkontribusi 22% tambahan. Akibatnya, Indonesia nyaris tidak memanfaatkan potensinya untuk energi terbarukan. Jika dikembangkan sepenuhnya, energi terbarukan di Indonesia dapat memiliki kapasitas total lebih dari 400 gigawatt. Ini lebih dari cukup untuk memenuhi permintaan Indonesia di masa depan.

Laju transisi energi tentu perlu memperhitungkan tren biaya. Belanja modal yang besar untuk infrastruktur transmisi, terutama di daerah terpencil di mana energi terbarukan biasanya melimpah. Wilayah Indonesia yang saat ini mendapatkan listrik dari generator diesel, seperti Kepulauan Timur, sangat cocok untuk energi terbarukan. Tren biaya membuat energi terbarukan semakin menarik, yang dapat menyebabkan pengurangan biaya lebih dari 50% untuk baterai dan dua pertiga untuk panel surya.

Sebelum COVID-19 melanda, pemerintah Indonesia mengumumkan tujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya terbarukan dari 11% listrik negara pada 2019 menjadi 23% pada 2025. Beberapa langkah dapat mendukung kemajuan menuju target tersebut diantaranya:

  • Mempromosikan tarif yang adil dan efektif melalui opsi yang kompetitif
  • Menyederhanakan proses perizinan
  • MengIzinkan proyek tenaga surya skala besar
  • Mengurangi biaya pengadaan komponen seperti panel surya yang masih tinggi daripada negara lain
  • Membantu pembuatan pembangkit mandiri, seperti sistem tenaga surya di atap

Deloitte pun telah mengeluarkan 2021 renewable energy industry outlook dengan catatan:

Aktivitas kesepakatan akan meningkat di seluruh rantai nilai, saat pemangku kepentingan mengkonsolidasikan posisi

Kesepakatan energi terbarukan kemungkinan akan meningkat pada 2021 karena perusahaan dan pemerintah negara-negara dunia bersiap untuk memenuhi target iklim yang ambisius. Berbagai jenis pelaku industri kemungkinan besar akan mengkonsolidasikan posisi mereka di seluruh rantai nilai.

Ekonomi hidrogen yang sedang berkembang memperluas infrastruktur energi bersih

Seiring proses dekarbonisasi, banyak pemangku kepentingan industri mempertimbangkan proyek produksi dan penyimpanan hidrogen selain angin dan matahari, untuk menemukan cara untuk mengurangi emisi karbon. Pada 2021, seiring dengan meningkatnya penetrasi energi terbarukan di jaringan, pengembangan hidrogen hijau diharapkan dapat mengikuti, karena potensinya sebagai penyimpanan bahan bakar musiman yang tersedia sesuai permintaan untuk menghasilkan tenaga untuk penyeimbangan jaringan.

Model bisnis baterai baru muncul pada skala utilitas dan perumahan

Penyimpanan energi menjadi salah satu kelas aset yang tumbuh paling cepat dalam industri energi. Biaya yang turun dan teknologi yang semakin matang membuat kasus penggunaan untuk penyimpanan menjadi lebih ekonomis, yang memungkinkan penyimpanan menyediakan banyak fungsi, dari layanan jaringan tambahan hingga daya sesuai permintaan.

Industri angin di lepas pantai

Batas industri angin diperkirakan akan semakin melebar hingga ke lepas pantai pada 2021. Karena utilitas fokus pada dekarbonisasi dan menciptakan target nol bersih, angin lepas pantai menjanjikan banyak hal, berkat faktor kapasitas tinggi dan potensi penyebarannya.

Peninjauan rantai pasokan

Peninjauan rantai pasokan kemungkinan akan menjadi prioritas bagi para pemangku kepentingan karena industri energi terbarukan berusaha untuk berkembang di era pasca pandemi.