Mendorong Dekarbonisasi: Mempercepat Netral Karbon

Tantangan global dan upaya Indika Energy untuk mencapai target netral karbon.

Beberapa tahun setelah Paris Agreement, pemerintah, regulator, investor, dan pelanggan makin menuntut agar pelaku bisnis memainkan peran secara penuh dalam upaya mengatasi perubahan iklim global. Perusahaan pun meluncurkan berbagai komitmen dalam aspek pengurangan emisi.

Komitmen ini pada awalnya berfokus pada Protokol Gas Rumah Kaca (Greenhouse Gas/GHG) untuk emisi Scope 1 dan Scope 2 yang dihasilkan secara langsung oleh perusahaan, atau tidak langsung melalui pembelian energi. Namun, kini lebih banyak organisasi yang juga menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi Scope 3 yang dihasilkan di rantai nilai hulu dan hilir.

Dari 239 perusahaan yang mendaftar ke Science Based Targets Initiative pada tahun 2020 misalnya, 94 persen menyertakan komitmen pengurangan emisi pada pelanggan dan pemasok. Komitmen ini merupakan langkah besar karena bagi banyak perusahaan, Scope 3 menyumbang 80 persen dari keseluruhan dampak iklim.

GHG atau juga dikenal sebagai gas rumah kaca adalah gas yang menyerap dan memancarkan energi radiasi dalam kisaran inframerah termal. Jenis gas rumah kaca termasuk karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), sulfur hexafluoride (SF6), dan nitrogen trifluoride (NF3).

Kontribusi masing-masing gas terhadap efek rumah kaca ditentukan oleh karakteristik gas, jumlahnya, dan efek tidak langsung yang mungkin ditimbulkan. Misalnya, efek radiasi langsung dari kumpulan metana sekitar 84 kali lebih kuat daripada kumpulan karbon dioksida yang sama selama jangka waktu 20 tahun. 

Tiga Langkah Menuju Net-Zero 

Untuk mencapai netral karbon, perusahaan perlu melakukan tiga langkah besar yaitu menetapkan baseline dan target, menentukan jalur, dan kemudian disiplin dalam memonitor implementasi.

  1. Penetapan baseline dan target 

Langkah pertama, menentukan baseline aktual GHG yang dihasilkan oleh rantai nilai perusahaan yang bisa dilihat dari ketiga Scope.

    • Emisi Scope 1 dapat diukur dengan relatif mudah di tingkat produksi baik melalui data yang dihasilkan oleh sensor atau melalui model perhitungan emisi.
    • Emisi Scope 2 mengukur aspek listrik, panas, pendinginan, dan uap, yang umumnya disertai dengan faktor emisi khusus yang memungkinkan penghitungan yang cukup mudah. Namun mengkonsolidasikan data ini dari berbagai lokasi kerja, dapat menjadi tantangan.
    • Emisi Scope 3 mencakup seluruh rantai nilai di luar operasi perusahaan yang tentu saja menjadi tugas yang tidak mudah. Protokol GHG mendefinisikan 15 kategori emisi scope 3, termasuk barang dan jasa yang dibeli, barang modal, transportasi dan distribusi hulu dan hilir, dan penggunaan (atau akhir masa pakai) produk yang dijual. 

Setelah baseline ditentukan, perusahaan mendapat artikulasi yang jelas tentang target nilai terkait dengan emisi.

2. Menentukan program dan inisiatif

Setelah baseline dan target nilai sudah jelas, perusahaan harus menentukan target dekarbonisasi yang tepat dan jalur realistis untuk mencapainya. Langkah-langkah ini dapat mencakup upaya pengemasan dan pengurangan limbah, peralihan ke energi terbarukan, optimalisasi logistik, dan sejenisnya. Sementara perubahan operasional yang diperlukan untuk mengurangi emisi Scope 1 dan Scope 2 berada dalam kendali perusahaan, Scope 3 hanya dapat diatasi dengan bekerja sama dengan pelanggan dan pemasok. Perusahaan juga perlu menetapkan target dekarbonisasi untuk mendokumentasikan komitmen mereka kepada pelanggan, investor, dan publik.

3. Implementasi dan monitoring

Inisiatif untuk melakukan Implementasi dapat beragam dalam fungsi bisnis yang berbeda. Misalnya pada bagian produksi, fokus penerapan inisiatif dan monitoring terdapat pada upaya pengurangan emisi, penurunan konsumsi energi, dan limbah. Sementara misalnya di bagian procurement membahas sumber listrik terbarukan dan mengalirkan target dekarbonisasi ke pemasok dikaitkan dengan upaya kolaborasi yang dirancang untuk membantu mitra mencapai target. Sementara bagian Research and Development akan mengerjakan desain produk rendah karbon, sedangkan bagian sales akan mengarahkan pelanggan kepada produk rendah karbon.

Lima Tantangan yang Perlu Diantisipasi 

Setelah menentukan tiga langkah di atas, tentu tidak berarti pelaksanaan pengurangan emisi dapat berjalan lancar begitu saja. Setidaknya ada lima tantangan berikut ini yang perlu diantisipasi perusahaan.

  • Kurangnya fondasi penghitungan karbon

Data, khususnya terkait emisi Scope 3, sering kali tersebar di beberapa spreadsheet, sehingga terkadang pemrosesan dilakukan menggunakan database emisi yang tidak konsisten, serta tidak adanya laporan dan dashboard sebagai pendukung keputusan untuk manajemen

  • Ketergantungan pada data sekunder

Ketidakmatangan penghitungan karbon paling sering terlihat untuk emisi Scope 3. Perhitungan emisi biasanya didasarkan pada data aktivitas kasar dan faktor emisi standar (rata-rata). Untuk mengatasi kesenjangan data dalam monitoring emisi pemasok, dibutuhkan kolaborasi dan kemitraan antara banyak pemain dalam rantai nilai.

  • Ketidakpastian tinggi, biaya lebih tinggi?

Perusahaan dapat mengambil perspektif jangka menengah hingga jangka panjang untuk tantangan ini, dan secara aktif terlibat dalam membentuk ekosistem pasokan masa depan yang diperlukan. Ini juga membutuhkan kemitraan dengan pemain lain dalam rantai nilai. Bagi industri umumnya, hal ini akan menimbulkan biaya awal transisi yang besar, bahkan jauh sebelum perolehan manfaat. Penataan keputusan investasi, perluasan operasi, dan transisi teknologi atau model bisnis dengan cara mempertahankan opsi untuk pengembangan jalur hijau selanjutnya, sangat penting dan dapat membantu mempertahankan nilai finansial.

  • Membangun aliansi

Sebuah perusahaan dapat membuat peta aliansi, ekosistem, dan mitra yang relevan, dan secara teratur menilai potensi dampaknya terhadap upaya yang telah dilakukan, serta menggandakan potensi tersebut, misalnya, aliansi dengan industri terkemuka, badan standar yang relevan, dan beberapa forum industri fungsional.

  • Mempertahankan keterlibatan

Dimulai dengan tujuan yang sederhana, diartikulasikan dengan jelas, dan dinyatakan secara publik adalah langkah pertama untuk memobilisasi organisasi menuju tujuan yang sama. Menerjemahkan tujuan ini ke dalam inisiatif yang jelas, mengirimkan sinyal yang jelas kepada organisasi bahwa “tujuan” ini tidak hanya untuk sikap eksternal tetapi benar-benar dimaksudkan sebagai kunci utama bagi perusahaan.

Perusahaan dapat membuat pilihan strategis untuk mengikuti, berbagi, atau justru memimpin peluang dekarbonisasi. Mengelola emisi karbon dalam rantai nilai yang diperluas telah menjadi kebutuhan strategis bagi sebagian besar organisasi. Tugas penting yang mereka hadapi ada dua: memahami implikasi dari pilihan tersebut, dan mengatasi lima tantangan di atas, terlepas dari pilihan yang telah dibuat. Perusahaan yang berhasil dapat membangun nilai baru di dunia dengan sumber daya terbatas.

Sejak tahun 2018, Indika Energy sendiri telah berkomitmen menjadikan perjalanan perusahaan yang berkelanjutan (sustainable). Indika Energy telah memulai langkah diversifikasi bisnis dengan mengembangkan bisnis di luar batubara. Batubara memang masih menjadi sumber energi yang masih melimpah di Indonesia dan relatif terjangkau, namun dalam perspektif waktu yang lebih panjang, batubara akan habis dan digantikan dengan sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.

Indika Energy telah berkomitmen untuk meningkatkan pendapatan non-batubara menjadi setidaknya 50% pada tahun 2025, dan mencapai netral karbon pada tahun 2050 atau lebih awal, lewat tiga strategi utama:

  • Investasi di sektor non-batubara

Sebagai bagian dari transisi energi yang lebih luas, Indika Energy melakukan diversifikasi dan investasi di berbagai sektor rendah karbon, termasuk energi baru dan terbarukan, solusi berbasis alam, hingga kendaraan listrik (EV) dan infrastruktur EV.

  • Dekarbonisasi operasional 

Meminimalkan jejak karbon kami adalah bagian penting dari fokus dan target kami untuk mencapai netral karbon pada tahun 2050, dan akan berkontribusi pula pada komitmen dekarbonisasi Indonesia secara lebih luas.

  • Divestasi

Pada Oktober 2021, Indika Energy telah melakukan divestasi atau penjualan seluruh saham perusahaan di PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk. (MBSS). Sementara pada Juli 2022, Indika Energy telah menyelesaikan divestasi PT Petrosea Tbk.  

Selain melakukan diversifikasi portofolio, Indika Energy juga menetapkan mid-term target pencapaian ESG perusahaan, seperti penurunan emisi, reklamasi, investasi sosial, dan keselamatan kerja. Pada tahun lalu, perusahaan berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca Scope 1 sebesar 11,53%, dibandingkan tahun 2020.